oleh

Tidak tunduknya korporasi pertambangan pada Undang Undang Lingkungan Hidup dan UU Pertambangan

Oleh : Andi Muhammad Ramadhan,SH.,MH.,CLA.,CIL

Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK31 SULAWESI TENGGARA kembali menyoroti terkait penambangan PT DMS dan PT Tristaco Mineral Makmur Konawe Utara

Kedua perusahaan tersebut terus melakukan penambangan ilegal di Hutan kawasan dan konservasi dimana perusahaan tersebut terkesan tidak tunduk pada UU yang ada dan terlihat kebal Hukum,diamnya APH dalam hal ini Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) patut dipertanyakan ada apa dan mengapa sehingga bungkam seribu bahasa.

Pembiaran nampak jelas didepan mata Entah mengapa hanya Polda Sultra yang mengetahui hal itu,Subdit Tipiter Polda Sultra terkesan tebang pilih hanya gesit memeriksa para aktivis pegiat Lingkungan dan yang getol mempertahankan dan mempertanyakan hak hak masyarakat.

Ketika para teman teman aktivis melakukan protes maka hadirlah mereka dengan gagah perkasa membela para pemegang IUP dengan ancaman pasal dan ayat dalih menghalangi kegiatan pertambangan,, namun mereka akan buta ketika kejahatan lingkungan hidup marak yang sepatutnya mereka dicap adalah penjahat kemanusiaan namun Kepolisian khususnya Polda Sultra akan terus diam tanpa suara.

Hal ini sudah saya sampaikan kepada bapak Kapolri untuk segera evaluasi kinerja Kapolda Sulawesi tenggara dan juga Direktorat kriminal khusus Subdit tipiter Polda Sultra.

Olehnya Itu kami dari Forum komunikasi Kader Konservasi Indonesia kembali memberikan peringatan keras kepada Kedua Perusahaan yakni PT DMS dan PT TMM untuk melengkapi segala bentuk perijinan dan juga untuk menghentikan sementara segala aktivitas penambangan yang ilegal, dikarenakan kedua perusahaan tersebut sedang dalam peninjauan keterlanjuran PP NO 24 tahun 2021 pembukaan kawasan hutan lindung dan konservasi,dimana Kedua perusahaan tersebut diketahui tinggal menunggu SK dari kementerian LHK untuk penerbitan dan Penghitungan Jumlah dendanya

BACA JUGA  SuaraPemerintah.ID dan TRAS N CO Indonesia Berikan Penghargaan Istimewa untuk BPR

Olehnya Itu, apabila kedua perusahaan tersebut masih melakukan aktivitas maka itu sudah melanggar Hukum yang akan bersifat Pidana,dan saya selaku KETUA FK3I SULTRA mengingatkan Kepada kedua perusahaan tersebut untuk patuh dan taat atau secara kelembagaan kami akan melakukan gugatan kepada IUP PT DMS dan PT TMM untuk dilakukan pencabutan IUP tersebut.

Kami Lembaga Lingkungan Hidup memiliki legal standing untuk melakukan gugatan itu sebagaimana telah ditetapkan dalam undang-undang.

Lingkungan hidup merupakan elemen penting bagi kehidupan makhluk hidup yang harus dijaga kelestariannya. Apabila lingkungan hidup rusak atau tercemar tentu ada dampak yang dirasakan oleh makhluk hidup lainnya. Selain itu, pelaku pengrusakan lingkungan hidup harusnya dihukum agar merasakan efek jera dan tidak ingin mengulanginya lagi.

Salah satu hal penting yang dapat digunakan untuk menggugat pelaku adalah legal standing sebagai berikut
Secara harfiah legal standing diadopsi dari sistem hukum common law. Pengertian secara sederhana disebut sebagai hak gugat atau kedudukan hukum untuk menggugat yang antara lain dikenal dalam hukum lingkungan hidup.
Legal standing juga dikenal sebagai Ius Standi atau Standing to Sue atau Locus Standi.

Legal standing lahir karena adanya hubungan hukum alam atau hukum manusia antara sesama manusia dan manusia dengan alam. Pihak yang menjadi legal standing di muka pengadilan dapat berupa individu maupun sekelompok orang atau organisasi.

Legal Standing dapat dilakukan karena prinsip hukum lingkungan di Indonesia menganut konsep hak gugat konvensional. Dimana hak gugat konvensional berhubungan dengan hajat hidup masyarakat atau public interest law.

Dalam hal ini seorang individu, sekelompok orang, maupun organisasi dapat bertindak sebagai pihak penggugat di muka pengadilan meskipun tidak memiliki kepentingan hukum secara langsung.

BACA JUGA  Jaksa Agung ST Burhanuddin Berhasil Memenangkan  Proses Peninjauan Kembali atas Gugatan terhadap Presiden RI terkait Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2015

Pihak yang memegang legal standing bertindak atas dasar kepentingan masyarakat luas karena adanya pelanggaran hak-hak publik, seperti hak-hak sipil, hak lingkungan hidup, perlindungan konsumen, dan hak politik.

Legal Standing dan Hukum Lingkungan di Indonesia
legal standing
Lingkungan hidup merupakan elemen penting bagi kehidupan makhluk hidup yang harus dijaga kelestariannya.

Apabila lingkungan hidup rusak atau tercemar tentu ada dampak yang dirasakan oleh makhluk hidup lainnya. Selain itu, pelaku pengrusakan lingkungan hidup harusnya dihukum agar merasakan efek jera dan tidak ingin mengulanginya lagi.

Salah satu hal penting yang dapat digunakan untuk menggugat pelaku adalah legal standing. Berikut ini penjelasan lengkapnya.

Persyaratan
Adapun persyaratan legal standing yang berkenaan dengan hukum lingkungan di Indonesia yakni:

Adanya kerusakan lingkungan nyata yang dilakukan oleh pihak tertentu secara sengaja dan tidak sengaja;
Pihak yang dirugikan adalah masyarakat yang hidup disekitar lingkungan yang mengalami kerusakan;
Pihak yang dapat menjadi legal standing seperti dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH);
Adanya hubungan sebab akibat;
Putusan dari pengadilan diharapkan dapat memulihkan lingkungan atau minimal memberikan efek jera bagi pelaku pengrusakan.

Dasar Hukum Legal Standing dalam Hukum Lingkungan Hidup
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dasar hukum pihak yang mengajukan legal standing sebagai berikut:

Hak gugat individual, dalam Pasal 84 ayat (1)
Hak gugat masyarakat berbentuk class action, dalam Pasal 91
Hak gugat pemerintah, dalam Pasal 90
Hak gugat organisasi lingkungan, dalam Pasal 92
Hak gugat administrasi, dalam Pasal 93
Menyoal hak gugat organisasi lingkungan hidup atau LSM termuat dalam Pasal 92 ayat (1) terbatas.

BACA JUGA  Jam Pidsus Periksa Enam Saksi Terkait Perkara Kawasan Berikat dan KITE Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas

Artinya hanya LSM yang bergerak dibidang lingkungan hidup dapat menjadi legal standing di pengadilan. Lebih lanjut lagi pada Pasal 92 ayat (3) UU PPLH menyebutkan kriteria LSM yang memegang legal standing saat berperkara di pengadilan. Bunyi pasal tersebut antara lain:

“Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan :

Berbentuk badan hukum;
Menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
Telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua) tahun”.

Dan kami memiliki dan memenuhi segala prasyarat itu,
Sekali lagi saya tegaskan kepada seluruh pemilik IUP untuk tetap tunduk pada perundang-undangan yang berlaku serta menjaga lingkungan hidup dimana Indonesia pada tahun ini menjadi tuan rumah G20 di Bali dan salah satu point-point pembahasan penting adalah Lingkungan hidup dan iklim.

Penulis : Andi Muhammad,SH.,MH.,CLA.,CIL Ketua FK31 SULAWESI TENGGARA.

Redaksi/Publizher ; Andi Jumawi

Disclaimer : Dilarang mencopy sebagian atau keseluruhan isi berita www.indeks.co.id tanpa seizin Sumber redaksi.Kecuali memiliki Izin dan Kerjasama yang tertulis. Segala pelanggaran Mencopy/Jiplak Berita,Tulisan,Gambar,Video dalam Media www.indeks.co.id bisa dituntut UU Nomor 40/1999 Tentang Pers pada Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan: “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *