oleh

Saksi tambahan tak hadir, sidang korupsi Tabungan Perumahan TNI AD ditunda

INDEKS.CO.ID | JAKARTA — Persidangan koneksitas dugaan korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP-AD) Tahun 2013-2020 ditunda lantaran saksi tambahan berhalangan hadir.

Ketua majelis hakim Brigjen Faridah Faisal lantas meminta tim penasihat hukum terdakwa, mantan Direktur Keuangan TWP-AD Brigjen Yus Adi Kamrullah dan Direktur Utama PT Griya Sari Harta (GSH) Ni Putu Purnamasari langsung membacakan nota pembelaan atau pledoi.

“Mohon izin Yang Mulia, untuk pleidoi kami belum siap hari ini. Kami minta waktu satu minggu,” ucap salah satu kuasa hukum terdakwa di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Rabu (14/12).

Mendengar itu, Hakim Faridah Faisal pun kesal karena sudah meminta salah satu hakim anggota yakni Brigjen Hanifan Hidayatulloh hadir dalam sidang. Padahal yang bersangkutan punya kegiatan dinas lainnya.

Meski demikian, permintaan tim kuasa hukum dikabulkan agar pledoi bisa dibacakan pada sidang selanjutnya.

“Oke, untuk sidang berikutnya tanggal 20 Desember, pleidoi sudah siap ya,” pinta Hakim Faridah,Rabu (14/12).

Dalam sidang sebelumnya, terdakwa I Yus Adi Kamarullah sempat mengajukan saksi tambahan setelah tuntutan dibacakan jaksa. Hakim pun mempersilahkan, namun saksi yang diminta hadir justru berhalangan hadir.

Selain itu dalam sidang ini, terdakwa II Ni Putu juga mengajukan penambahan tim kuasa hukum dari KSP Lawfirm, Kantor Ketaren. Meski baru bergabung di penghujung sidang, majelis hakim mengabulkannya. “Disampaikan saja surat kuasanya,” ujar Farida.

Usai sidang, Ketaren menegaskan bahwa dirinya diminta Terdakwa II untuk melakukan pembelaan karena kliennya merasa dirugikan dengan tuntutan yang disampaikan tim Oditur Militer dan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung).

Menurutnya, dalam perkara ini tidak ada kerugian negaranya. Sebab, sumber keuangan TWP-AD berasal dari iuran wajib para pegawai dan tidak pernah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

BACA JUGA  MENGGUGAT SISTEM KEPEMIMPINAN DIKOTOMI ETNIS

“Kalau keuangan negara itu wajib diaudit BPK, ini kan tidak pernah dilakukan audit,” ujarnya.

Selain itu dia menambahkan, perhitungan kerugian negara dalam kasus ini hanya dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berdasarkan data dokumen yang diperoleh dari penyidik.

“Mereka tidak pernah turun langsung melakukan pemeriksaan,” ungkapnya.

Sebelumnya, terdakwa I Brigjen Purnawirawan Yus Adi Kamrullah selaku Direktur keuangan TWPAD sejak Maret 2019, dituntut 20 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain pidana pokok, Brigjen Yus juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp25.375.756.533. Jika tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita, apabila tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara delapan tahun.

Kemudian untuk terdakwa II yakni Ni Putu Kumalasari juga dituntut 20 tahun penjara denda Rpb750 juta subsider enam bulan kurungan.

Namun untuk uang pengganti, Ni Putu Kumalasari selaku Direktur PT Griya Sari Hutama atau GSH, dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 101.624.243.467.

Jika tidak membayar uang pengganti tersebut, harta bendanya disita. Apabila tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara sembilan tahun.

Dalam perkara ini, kedua terdakwa dianggap telah merugikan negara dan menguntungkan diri sendiri.

Jaksa menjerat keduanya dengan Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 atau Pasal 8 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Keduanya didakwa oleh Oditur Militer yang terdiri dari Brigjen TNI Murod, Brigjen TNI Wirdel Boy, Brigjen TNI Estiningsih, Brigjen TNI Rokhmat, dan Brigjen TNI Tarmizi M dengan dakwaan alternatif.(NN)

REDAKSI/PUBLIZHER : ANDI JUMAWI

Disclaimer : Dilarang mencopy sebagian atau keseluruhan isi berita www.indeks.co.id tanpa seizin Sumber redaksi.Kecuali memiliki Izin dan Kerjasama yang tertulis. Segala pelanggaran Mencopy/Jiplak Berita,Tulisan,Gambar,Video dalam Media www.indeks.co.id bisa dituntut UU Nomor 40/1999 Tentang Pers pada Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan: “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *