BULETIN TNIHUKUMJAKARTAMahkamah KonstitusiNasional

KONEKSITAS dalam Sistem Hukum Indonesia: Peran KUHP, RUU KUHAP, UUD 1945, dan Putusan MK

105
×

KONEKSITAS dalam Sistem Hukum Indonesia: Peran KUHP, RUU KUHAP, UUD 1945, dan Putusan MK

Sebarkan artikel ini
Listen to this article

KONEKSITAS dalam Sistem Hukum Indonesia: Peran KUHP, RUU KUHAP, UUD 1945, dan Putusan MK

Jakarta, indeks.co.id | 10 Januari 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB *)

I.   Pendahuluan

Koneksitas merupakan salah satu mekanisme penting dalam sistem hukum Indonesia, khususnya dalam mengatur tata cara penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap kasus yang melibatkan pelaku dari dua yurisdiksi berbeda: militer dan sipil. KUHP yang baru disahkan melalui UU Nomor 1 Tahun 2023 menegaskan keberadaan koneksitas sebagai jembatan hukum antara peradilan militer dan peradilan umum. Namun, RUU KUHAP mencoba menghilangkan koneksitas, dengan alasan untuk mendudukkan anggota TNI dalam peradilan umum. Langkah ini memicu diskusi serius karena bertentangan dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam UUD 1945.

UUD 1945 secara eksplisit membagi sistem peradilan Indonesia menjadi empat: peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Peradilan militer dirancang khusus untuk menangani anggota TNI sesuai dengan sifat tugasnya sebagai penegak kedaulatan negara. Dalam konteks ini, koneksitas berfungsi untuk menjaga keseimbangan antara yurisdiksi sipil dan militer dalam kasus pidana yang melibatkan keduanya.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) semakin memperkuat kedudukan koneksitas sebagai mekanisme yang konstitusional. MK menegaskan bahwa KPK dapat berperan dalam mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan serta penyidikan kasus koneksitas, selama kasus tersebut dimulai oleh KPK. Hal ini menunjukkan bahwa koneksitas tetap relevan dan diperlukan dalam sistem hukum Indonesia.

Makalah ini bertujuan untuk membahas keberadaan koneksitas dalam KUHP, penghilangan koneksitas dalam RUU KUHAP, relevansi koneksitas dengan UUD 1945, serta rekomendasi langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menjaga keberlanjutan mekanisme ini.

BACA JUGA  Pendaratan Pasukan Gabungan Multinasional Tandai Operasi Amfibi Di Pantai Banongan

II. Putusan Mahkamah Konstitusi yang Memperkuat Koneksitas

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang diajukan oleh Gugum tentang ketidakpastian hukum dari Pasal 89-94 KUHAP dan Pasal 198-203 UU Peradilan Militer. Dalam gugatannya, Gugum menyatakan bahwa pasal-pasal tersebut menciptakan ketidakpastian hukum dalam penanganan perkara koneksitas. Namun, MK justru menemukan bahwa pasal-pasal tersebut memberikan kepastian hukum yang kuat, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam UUD 1945.

Logika Putusan MK:

1.Koneksitas Adalah Mekanisme Konstitusional.
MK menegaskan bahwa koneksitas, sebagaimana diatur dalam Pasal 89-94 KUHAP dan Pasal 198-203 UU Peradilan Militer, adalah mekanisme yang sesuai dengan semangat UUD 1945. Koneksitas memastikan bahwa kasus yang melibatkan pelaku dari dua yurisdiksi berbeda dapat ditangani dengan keadilan dan efisiensi, tanpa mengorbankan prinsip supremasi hukum.

2.Jaksa Sebagai Koordinator.Dalam mekanisme koneksitas, jaksa memainkan peran sebagai koordinator utama untuk mengintegrasikan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Hal ini memastikan bahwa tidak ada tumpang tindih yurisdiksi antara peradilan militer dan umum.

3.Kepastian Hukum Dikuatkan.
Dengan adanya pasal-pasal tersebut, mekanisme koneksitas memiliki landasan hukum yang jelas. MK menilai bahwa gugatan yang menyatakan ketidakpastian hukum tidak berdasar, karena justru pasal-pasal tersebut memberikan kerangka kerja yang pasti untuk menangani kasus koneksitas sesuai dengan pembagian peradilan dalam UUD 1945.

4.Melindungi Fungsi Peradilan Militer.
MK juga menegaskan bahwa peradilan militer memiliki peran yang tidak dapat digantikan dalam menangani anggota TNI. Dengan tetap mempertahankan koneksitas, peradilan militer dapat menjalankan tugasnya tanpa melanggar prinsip-prinsip yang diatur dalam UUD 1945.

Dengan logika ini, MK menolak gugatan Gugum dan memperkuat posisi koneksitas dalam sistem hukum Indonesia.

III.  Koneksitas dalam KUHP: Sebuah Landasan yang Kuat.

BACA JUGA  Kejagung Menunggu Izin Jokowi Untuk Periksa Achsanul Qosasih Anggota BPK Terkait Korupsi BTS

KUHP baru mengatur koneksitas secara jelas melalui Pasal 66 ayat (5). Dalam pasal ini, koneksitas diberikan ruang untuk memastikan bahwa tindak pidana yang melibatkan pelaku dari peradilan militer dan umum dapat ditangani secara adil. Keberadaan koneksitas dalam KUHP menegaskan pentingnya mekanisme ini sebagai penghubung antara dua yurisdiksi yang berbeda, yaitu peradilan militer dan peradilan sipil.

KUHP baru memberikan landasan hukum yang kuat bagi koneksitas, termasuk pemberian pidana tambahan dalam kasus yang melibatkan pelaku dari dua yurisdiksi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa koneksitas tetap menjadi mekanisme yang diakui dan dihormati dalam sistem hukum Indonesia.

IV.   RUU KUHAP: Menghilangkan Koneksitas, Bertentangan dengan Putusan MK.

Berbeda dengan KUHP, RUU KUHAP justru mencoba menghilangkan koneksitas. Dalam Paragraf 13 Penjelasan RUU KUHAP, disebutkan bahwa “Peradilan koneksitas sebagai lembaga yang selama ini memisahkan antara peradilan pidana militer dan peradilan pidana umum tidak lagi ditentukan atau diatur dalam KUHAP ini.” Langkah ini didasarkan pada keinginan untuk mendudukkan anggota TNI di peradilan umum.

Langkah ini bertentangan dengan Putusan MK yang telah memperkuat kedudukan koneksitas. Dengan menghilangkan koneksitas, RUU KUHAP berpotensi melemahkan prinsip-prinsip keadilan dan menciptakan ketidakpastian hukum, terutama bagi anggota TNI yang seharusnya tunduk pada yurisdiksi militer.

V. Rekomendasi: Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan

1.KUHAP Baru Harus Mengatur Koneksitas
•Mengingat Putusan MK telah memperkuat kedudukan koneksitas, KUHAP baru harus secara tegas mengatur mekanisme koneksitas, termasuk peran jaksa sebagai koordinator utama.
2.Harmonisasi Hukum
•Revisi RUU KUHAP agar sesuai dengan KUHP dan Putusan MK, dengan tetap mempertahankan koneksitas sebagai bagian integral dari sistem hukum pidana.
3.Penguatan Proses Koneksitas
•Membentuk pedoman atau protokol yang jelas untuk pelaksanaan koneksitas, termasuk pembagian peran antara jaksa, KPK, dan Oditur Militer.
4.Sosialisasi dan Edukasi
•Mengedukasi aparat penegak hukum dan masyarakat tentang pentingnya koneksitas dalam menjaga keadilan dan keseimbangan antara yurisdiksi sipil dan militer.

BACA JUGA  Polres Soppeng Turunkan Satu SST Amankan Kunjungan Mentan

VI. Kesimpulan.

Putusan MK yang menolak gugatan terhadap ketidakpastian hukum dari Pasal 89-94 KUHAP dan Pasal 198-203 UU Peradilan Militer justru memperkuat kedudukan koneksitas sebagai mekanisme yang konstitusional. Dalam konteks ini, jaksa berperan sebagai koordinator utama untuk memastikan efektivitas pelaksanaan koneksitas.

Dengan logika putusan MK, pasal-pasal tersebut memiliki kepastian hukum yang kuat sesuai dengan UUD 1945. Untuk menjaga keberlanjutan sistem hukum yang adil dan terintegrasi, KUHAP baru mutlak harus mengatur koneksitas. Langkah-langkah seperti harmonisasi hukum, penguatan peran koneksitas, dan edukasi masyarakat harus dilakukan untuk memastikan koneksitas tetap menjadi bagian yang relevan dalam sistem hukum Indonesia.

*)Kabais TNI (2011-2013)

Redaksi/Publizher ; Andi Jumawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DILARANG MENCOPY/PLAGIAT DAPAT DI PIDANA

error: Content is protected !!