oleh

Terlibat Kasus Korupsi, Hermansyah Pagala Menjadi Anggota DPRD Konawe ?

KONAWE,– www.indeks.co.id–Kasus Tindak Pidana Korupsi Alat Tehnologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Kabupaten Konawe Tahun 2010 yang melibatkan Hermansyah Pagala bersama dua rekannya dilaporkan ke Mabes Polri, Kejakasaan Agung dan Komisi III DPR-RI.

Muh Hajar Ketua DPP Himpunan Masyarakat Tolaki Indonesia (HMTI) resmi mengadukan hal ini pada hari Senin tanggal 10 Februari 2020 karena merasa ada keganjalan dalam penanganan kasus ini di jajaran Polda Sultra dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sul-Tra).

Menurut Muh.Hajar Ketua DPP HMTI, hal ini dilakukannya karena Hermansyah Pagala hingga saat ini masih bebas berkeliaran dan bahkan menjadi anggota DPRD Kabupaten Konawe melalui Partai GERINDRA sedangkan dirinya terlibat dalam kasus Korupsi tersebut secara bersama-sama,ucap Muh.Hajar, Selasa (18/2/2020).

Lanjut dia, selain Hermansyah Pagala Kasus Korupsi alat TIK Diknas Konawe ini juga melibat dua orang yang saat ini sudah menjalani hukumannya, yaitu, Amir Karim dan Thamrin Lahasa, sementara Hermansyah Pagala tidak di tahan tanpa kejelasan, sementara dirinya termasuk tersangka,ungkapnya.

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) HMTI Muh. Hajar menilai seharusnya Hermansyah Pagala Direktur CV Handayani mendapat perlakuan hukum yang sama seperti, Amir Karim Kuasa Direktur CV Handayani dan Thamrin Lahasa sebagai PPTK Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Konawe.

Hermansyah seharusnya mendapat perlakuan hukum atas kasus dugaan korupsi yang dilakukan bersama dua orang lainnya, yakni Amir Karim dan Tamrin Lahasa.

“Bagi kami ketiga orang ini harus diproses hukum sesuai perbuatan yang dilakukannnya. Akan tetapi faktanya, hanya Amir Karim dan Tamrin Lahasa yang sudah mendekam di bui dan saat ini sudah berstatus mantan terpidana sejak diproses tahun 2013 silam,”tutur Muhamad Hajar .

BACA JUGA  Pelaku Penganiayaan di Traffic Light Kota Semarang Diciduk Polisi

Perlakuan hukum yang berbeda dimaksud Hajar yakni, Hermansyah Pagala tidak menjalani hukuman padahal Amir Karim sebagai kuasa Direktur CV Handayani dan Thamrin Lahasa telah menyelasaikan masa hukumannya.

Selama ini kata dia, Hermansyah Pagala masih menghirup udara bebas padahal perbuatan korupsi itu dilakukan bersama-sama ketiganya di tahun itu.

“Berdasarkan hasil penelusaran kami, hingga saat ini Hermansyah Pagala ini belum memiliki surat penghentian penyidikan dan penuntutan (Sp3) baik dari Polda Sultra maupun Kejaksaan Tinggi Sultra,” ungkap hajar.

Kata Hajar apabila dalam waktu dua minggu kasus ini tidak ada penyelesaian maka DPP HMTI bersama dengan ICW akan melakukan tindakan hukum dengan memasukan yudicial review ke Mahkamah Konstituisi (MK).

Untuk diketahui dalam kasus ini tercatat dalam berkas perkara yang bernomor BP/12/VI/2013/ Dit Reskrimsus dugaan tidak pidana korupsi pengadaan alat TIK yang dibiayai dari dana DAK Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Konawe. Kasus tersebut  Tahun anggaran 2010 sebesar Rp.810.491.000 dengan lanjutan Tahun 2011.

Melalui proses pengadaan barang dan jazah pemerintah yang kemudian PPTK  Thamrin Lahasa, SE menetapkan CV.Handayani selaku pemegang  pekerjaan Direktur an Hermansyah Pagala yang di kuasakan kepada Amir Lahasa tertanggal 5 Januari 2011.

Namun pada tanggal 22 Maret  2011 Hermansyah Pagala mendatangani Surat Perjanjian Pengadaan Barang (SPPB) dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) yang di bawakan oleh Amir Karim ke rumahnya (Hermanayah) .

Dalam kasus ini juga pihak DPP HMTI sudah melaporkan kasus itu tanggal 10 Februari 2020 di Mabes Polri, Kejaksaan Agung dan Komisi III DPR RI. Mereka minta tiga institusi itu mempertanyakan ke Polda Sultra maupun Kejati Sultra bagaimana penanganan kasus itu.

Redaksi : Andi Jumawi

Disclaimer : Dilarang mencopy sebagian atau keseluruhan isi berita www.indeks.co.id tanpa seizin Sumber redaksi.Kecuali memiliki Izin dan Kerjasama yang tertulis. Segala pelanggaran Mencopy/Jiplak Berita,Tulisan,Gambar,Video dalam Media www.indeks.co.id bisa dituntut UU Nomor 40/1999 Tentang Pers pada Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan: “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *