BULETIN TNIHUKUMJAKARTANasional

Kepatuhan KPK terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Koneksitas

127
×

Kepatuhan KPK terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Koneksitas

Sebarkan artikel ini
Listen to this article

Kepatuhan KPK terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Koneksitas

Jakarta, indeks.co.id — 09 Januari 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, AH, MH, CPM, CPARB*)

Pendahuluan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki peran strategis dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. Dengan wewenang yang diberikan melalui Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK beserta perubahannya, lembaga ini bertanggung jawab untuk memastikan penegakan hukum berjalan efektif, termasuk dalam perkara koneksitas yang melibatkan subjek hukum dari peradilan umum dan militer. Salah satu perkembangan penting terkait kewenangan KPK adalah adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan oleh Gugum, seorang sipil, yang mempertanyakan kejelasan yurisdiksi dan kewenangan KPK dalam perkara koneksitas.

Latar Belakang Gugatan Gugum ke Mahkamah Konstitusi

Gugatan ini berawal dari ketidakpastian hukum yang dirasakan Gugum terkait penanganan perkara koneksitas yang melibatkan tindak pidana korupsi. Gugatan Gugum mencakup dua poin utama:

1.Ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dan Pasal-Pasal yang Mengatur Koneksitas: Gumgum berpendapat bahwa ketentuan dalam KUHAP (Pasal 89-94) maupun Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (Pasal 198-203) menimbulkan ketidakpastian hukum bagi KPK dalam menangani perkara koneksitas.
2.Ketentuan Pasal 26 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002: Gugum menyoroti bahwa aturan ini tidak mengatur adanya subbidang khusus di bawah bidang penindakan KPK yang berwenang menangani korupsi koneksitas, sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum.

Putusan Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa:

“Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.”

Putusan ini memberikan kejelasan bahwa KPK dapat menangani perkara koneksitas dengan syarat bahwa perkara tersebut ditemukan atau dimulai oleh KPK sejak awal. Namun, pelaksanaan kewenangan ini harus sejalan dengan peraturan yang berlaku, termasuk Pasal 89 KUHAP dan sejumlah undang-undang lain yang relevan.

BACA JUGA  Kunjungi Ketua DPD RI, Panglima TNI Dukung Aparat Tak Represif ke Mahasiswa

Putusan MK Menegaskan Kesahihan Pasal 89-93 KUHAP dan Pasal 198-203 Peradilan Militer

Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak gugatan selain dan selebihnya, yang artinya ketentuan Pasal 89-93 KUHAP dan Pasal 198-203 Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum dalam perkara koneksitas tidak diterima oleh Mahkamah. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Pasal 89-93 KUHAP dan Pasal 198-203 Peradilan Militer telah sesuai dengan UUD 1945 dan memiliki kekuatan hukum tetap.

Pasal-pasal ini menjadi landasan hukum yang jelas dan wajib dilaksanakan dalam penanganan perkara koneksitas, yang mengatur mekanisme pembagian yurisdiksi antara peradilan umum dan militer. Pasal-pasal tersebut juga menegaskan peran Jaksa Agung sebagai koordinator utama dalam menentukan yurisdiksi perkara koneksitas dan memastikan anggota militer tetap tunduk pada peradilan militer.

1. Pasal 89 KUHAP

Pasal 89 KUHAP mengatur mekanisme penanganan perkara koneksitas, yang mensyaratkan bahwa yurisdiksi perkara koneksitas ditentukan oleh Jaksa Agung. Putusan MK memperkuat ketentuan ini dengan menegaskan bahwa KPK hanya dapat menangani perkara koneksitas jika kasus tersebut dimulai atau ditemukan oleh KPK sejak awal. Namun, yurisdiksi akhir tetap berada di bawah kewenangan Jaksa Agung, sehingga memastikan adanya koordinasi yang jelas antara KPK dan kejaksaan sebagai koordinator utama dalam perkara koneksitas.

2. Keterbatasan KPK dalam Kasus Koneksitas

Putusan MK juga menolak gugatan terkait ketentuan Pasal 89-93 KUHAP dan Pasal 198-203 Peradilan Militer yang dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut telah sesuai dengan UUD 1945 dan wajib dilaksanakan. Pasal 89-93 KUHAP mengatur mekanisme penanganan perkara koneksitas yang menempatkan Jaksa Agung sebagai koordinator yurisdiksi, sementara Pasal 198-203 Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 memastikan bahwa anggota militer tunduk pada peradilan militer. Kedua ketentuan ini menjadi landasan hukum yang kuat untuk mengatur batasan yurisdiksi dan kewenangan penanganan perkara koneksitas. Selain itu, sejumlah peraturan lain juga membatasi kewenangan KPK dalam menangani perkara koneksitas, di antaranya:

BACA JUGA  Kapolri ke Satgas Damai Cartenz Papua: Tugas Kalian Tidak Mudah, Jaga Kekompakan dan Sinergisitas

Pasal 6 huruf b dan Pasal 8 UU KPK: Menegaskan bahwa KPK hanya berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan, tetapi tidak secara langsung menangani personel militer yang tunduk pada peradilan militer.
UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor: Mengatur bahwa Pengadilan Tipikor hanya berwenang mengadili perkara korupsi yang melibatkan subjek hukum dari peradilan umum.
Pasal 39 UU Tipikor: Menyatakan bahwa penuntutan perkara tindak pidana korupsi dilakukan oleh kejaksaan pada pengadilan yang berwenang.
Pasal 35 UU Kejaksaan: Mengatur bahwa Jaksa Agung memiliki kewenangan menentukan yurisdiksi untuk perkara koneksitas.

Kewajiban yang Harus Dipatuhi oleh KPK

Berdasarkan putusan MK dan aturan yang relevan, KPK wajib mematuhi hal-hal berikut dalam pelaksanaan perkara koneksitas:

1.Koordinasi dengan Jaksa Agung:
°Menyerahkan perkara koneksitas kepada kejaksaan untuk menentukan yurisdiksi, apakah perkara akan ditangani oleh peradilan umum atau militer.
°Memastikan bahwa pembagian peran dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sesuai dengan ketentuan hukum.
2.Kepatuhan terhadap Prosedur Hukum:
°Tidak melakukan penyelidikan atau penyidikan langsung terhadap personel militer yang tunduk pada peradilan militer.
°Melibatkan institusi yang berwenang, seperti oditur militer, dalam penanganan kasus yang melibatkan anggota militer.
3.Transparansi dan Akuntabilitas:
°Melaporkan perkembangan kasus koneksitas secara berkala kepada kejaksaan sebagai koordinator.
°Menjaga akuntabilitas dalam seluruh proses hukum, untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang.
4.Memastikan Penanganan Sejak Awal oleh KPK:
°KPK hanya dapat mengoordinasikan dan mengendalikan perkara koneksitas jika perkara tersebut ditemukan atau dimulai oleh KPK sejak awal.
°Jika perkara tidak dimulai oleh KPK, maka KPK wajib menyerahkan sepenuhnya kepada kejaksaan untuk penanganannya.

Kesimpulan

Putusan MK memberikan kejelasan tentang kewenangan KPK dalam menangani perkara koneksitas, dengan tiga poin utama yang menjadi penegasan hukum:

1.Kewenangan dan Kewajiban KPK: Putusan ini menjelaskan bahwa KPK memiliki kewenangan untuk mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara koneksitas, namun hanya jika perkara tersebut ditemukan atau dimulai oleh KPK sejak awal. Hal ini menegaskan keterbatasan KPK dalam menangani kasus yang melibatkan personel militer.
2.Penguatan Kedudukan Pasal 89-93 KUHAP dan Pasal 198-203 Peradilan Militer: Putusan ini memperkuat kedudukan Pasal 89-93 KUHAP dan Pasal 198-203 Peradilan Militer yang telah dinyatakan sesuai dengan UUD 1945. Ketentuan ini memiliki kekuatan hukum tetap dan wajib dilaksanakan untuk memastikan kejelasan yurisdiksi dalam penanganan perkara koneksitas.
3.Penguatan Peran Jaksa Agung sebagai Koordinator Perkara Koneksitas: Putusan ini juga menegaskan kedudukan Jaksa Agung sebagai koordinator utama dalam menentukan yurisdiksi perkara koneksitas. Jaksa Agung bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pembagian peran antara peradilan umum dan militer dilakukan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku.

BACA JUGA  Peneliti CIE: Ada Upaya Menunggangi HTN Demi Kepentingan Kelompok Tertentu

Dengan mematuhi aturan ini, KPK, kejaksaan, dan institusi terkait dapat memastikan bahwa penanganan perkara koneksitas dilakukan secara adil, profesional, dan sesuai prinsip penegakan hukum.

Putusan MK memberikan kejelasan tentang kewenangan KPK dalam menangani perkara koneksitas, namun tetap menegaskan keterbatasan kewenangan tersebut. Putusan ini juga memperkuat kedudukan Pasal 89-93 KUHAP dan Pasal 198-203 Peradilan Militer yang telah dinyatakan sesuai dengan UUD 1945. Ketentuan-ketentuan ini memiliki kekuatan hukum tetap dan mutlak harus dilaksanakan. Dalam menjalankan tugasnya, KPK wajib berkoordinasi erat dengan kejaksaan, menyerahkan yurisdiksi kepada Jaksa Agung, dan memastikan bahwa semua proses hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan mematuhi aturan ini, KPK dapat memastikan bahwa penanganan perkara koneksitas dilakukan secara adil, profesional, dan sesuai prinsip penegakan hukum.

Putusan MK memberikan kejelasan tentang kewenangan KPK dalam menangani perkara koneksitas, namun tetap menegaskan keterbatasan kewenangan tersebut. Dalam menjalankan tugasnya, KPK wajib berkoordinasi erat dengan kejaksaan, menyerahkan yurisdiksi kepada Jaksa Agung, dan memastikan bahwa semua proses hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan mematuhi aturan ini, KPK dapat memastikan bahwa penanganan perkara koneksitas dilakukan secara adil, profesional, dan sesuai prinsip penegakan hukum.

*)Kabais TNI (2011-2013)

Redaksi/Publizher ; Andi Jumawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DILARANG MENCOPY/PLAGIAT DAPAT DI PIDANA

error: Content is protected !!