Tiga tanaman yang tumbuh di Indonesia ini dianggap punya potensi menjadi antivirus corona. Uji klinis masih diperlukan untuk mengetahui khasiatnya.
Sejumlah peneliti dan ilmuwan dunia kini tengah disibukkan mencari penangkal virus SARS COV-2. Mereka berkejaran dengan waktu untuk bisa menyediakan vaksin corona yang telah memapari jutaan orang di dunia ini. Vaksin ini sangat dinanti sebelum korban makin banyak berjatuhan.
Di Indonesia peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) punya kandidat antivirus Covid-19. Obat itu berasal dari ekstrak daun ketepeng badak (Cassia alata) dan benalu (Dendrophtoe sp). “Senyawa-senyawa yang terdapat di dalam tanaman ketepeng badak dan benalu dilaporkan mempunyai potensi antivirus,” kata Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI Yenny Meliana, Senin.
Adapun senyawa yang diprediksi dapat berperan aktif sebagai antivirus adalah kaempferol, aloe-emodin, quercitrin, dan quercetin. Untuk membuktikan efektivitasnya, kedua sampel herbal itu telah dikirim ke Kyoto University Jepang untuk uji in vitro langsung pada virus SARS-COV-2, yang menjadi penyebab Covid-19.
Menurut peneliti bidang farmasi kimia LIPI Marissa Angelina, daun ketepeng selama ini dikenal aktif menghambat pertumbuhan virus dengue, penyebab penyakit demam berdarah. Sedangkan benalu juga dikenal mengandung senyawa aktif yang bisa menghambat pertumbuhan sel kanker.
Saat ini langkah-langkah yang telah dilaksanakan pada pasien Covid-19, kata Marissa, masih terbatas pada tindakan preventif dan suportif yang dirancang untuk mencegah komplikasi dan kerusakan organ lebih lanjut.
“Beberapa studi pendahuluan telah menguji kombinasi agen potensial seperti protease inhibitor lopinavir/ritonavir yang umumnya digunakan untuk mengobati virus HIV, digunakan untuk pengobatan pasien yang terinfeksi Covid-19,” katanya.
Ketepeng Badak
Ketepeng kebo adalah nama lain dari tanaman ini. Tanaman ini masuk dalam famili Caesalpiniaceae. Menurut sejumlah jurnal, tanaman ini berasal dari Amerika dan banyak tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Ketepeng tumbuh sebagai tanaman liar atau biasanya sengaja ditanam di pinggir kali atau sawah serta sering digunakan untuk tanaman hias pekarangan.
Menurut peneliti LIPI Marissa, daun ketepeng juga sudah sejak lama digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Indonesia. Oleh sebagian penduduk, terutama di Pulau Jawa, daun ketepeng biasanya digunakan untuk mengobati beberapa penyakit kulit seperti eksim, kurap, kudis, dan panu. Untuk mengobati penyakit kulit pada manusia, daun ketepeng sering dicampur dengan air kapur atau perasan air jeruk nipis.
Benalu
Tumbuhan ini dikenal sebagai parasit. Sifat tanaman ini sebagai penyerang atau perusak tanaman inangnya. Tanaman ini berkembang biak dengan cara generatif dan vegetatif.
Dalam Flora Malesiana vol. 13 (1997) disebutkan, ada dua kelompok besar benalu: dari keluarga Loranthaceae dan Viscaceae. Famili Loranthaceae punya 23 marga (dengan 200 jenis tanaman), di antaranya marga Dendrophthoe (21 jenis) dan marga Scurrula (8 jenis). Sedangkan Viscaceae punya empat marga (26 jenis).
Penamaan benalu tergantung pada tanaman inangnya. Jika ia menempel pada tanaman teh disebut benalu teh (Scurrula oortiana). Benalu teh merupakan salah satu dari daftar tumbuhan yang telah diajukan sebagai calon fitofarmaka antikanker, dan juga memiliki aktivitas antimalaria.
Ekstrak benalu yang hidup di pohon jeruk nipis dimanfaatkan sebagai obat penyakit ambien dan diare. Benalu kapas berpotensi sebagai bahan antimikroba alami untuk pangan, terutama pangan yang berkadar air tinggi serat dapat dikembangkan sebagai pangan fungsional.
Sebagai obat tradisional masyarakat di berbagai negara sebenarnya sudah lama memanfaatkan benalu untuk menyembuhkan beragam penyakit. Dari sejumlah catatan etnobotani disebutkan, di Pulau Jawa pada tahun 1968 tanaman ini sudah digunakan sebagai obat penyakit cacar air, cacar sapi, diare, cacing tambang, tumor, dan kanker.
Pada 1978 penelitian etnobotani menyebutkan, benalu teh kering yang direbus airnya dapat diminum untuk menyembuhkan penyakit kanker rahim dan jenis kanker lainnya. Pada 1984, penelitian etnobotani sekali lagi menemukan fakta di lapangan, air hasil rebusan benalu dari daun tapak dara (Catharanthus roseus), jika diminum, ternyata dapat mengobati kanker.
Tak hanya di Indonesia, masyarakat Malaysia, Filipina, dan Papua Nugini juga menggunakan benalu sebagai obat. Di Indocina, daun benalu Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. sering diramu dengan teh, lalu diminum sebagai obat flu.
Selain dua tanaman yang diajukan LIPI, ada lagi tanaman herbal yang juga diklaim bisa meningkatkan kekebalan tubuh. Tumbuhan itu tergolong dalam keluarga jamur. Namanya jamur Cordyceps. Menurut Guru Besar Fakultas MIPA dan Pakar Biomolekuler Universitas Brawijaya Profesor Widodo, jamur ini memiliki struktur yang bisa menghambat pembiakan virus corona secara langsung dan bisa bersifat antivirus.
“Sudah lama dipakai masyarakat khususnya di Tibet, Tiongkok, Korea karena keunggulannya memiliki beberapa senyawa aktif. Strukturnya memiliki kesamaan dengan senyawa antivirus,” ujarnya.
Menurut Widodo, pada Covid-19 hal esensial adalah munculnya badai sitokin. Untuk sitokin ini diperlukan senyawa antiinflamasi. “Jamu Cordyseps punya potensi menurunkan badai sitokin itu,” katanya.
Selain berpotensi sebagai antivirus, jamur Cordyceps juga bisa membantu meningkatkan kemampuan pernapasan. Saat ini tim dokter dan dan peneliti di Indonesia sedang bersiap melakukan uji klinis jamur ini pada pasien Covid-19 di Wisma Atlet, Jakarta. “Kami sudah menyiapkan protokol uji klinik di Wisma Atlet, untuk pasien, tinggal tunggu beberapa minggu,” ujar Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia, Inggrid Tania.
Cordyceps merupakan jamur yang tumbuh di pegunungan Himalaya dan dataran tinggi Tibet. Pada awalnya, tumbuhan herbal ini dianggap memiliki kandungan nutrisi yang efektif dipakai sebagai penambah stamina.
Jamur Cordyceps sinensis dikenal sebagai tumbuhan obat tradisional kuno yang banyak digunakan di Tibet sejak abad ke-15. Tumbuhan ini adalah jamur yang melekat sebagai parasit pada ulat dan berasal dari dataran tinggi Sikkim Utara, India.
Cordyceps mengandung banyak nutrisi, seperti protein atau asam amino esensial, peptida, vitamin (B1, B2, B12, E, K), asam lemak, dan mineral. Cordyceps kemungkinan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara merangsang sel-sel dan bahan kimia tertentu.
Mana yang paling tokcer, tentu kita harus menunggu hasil dari uji klinis.
Redaksi