KONUT, indeks.co.id – Banjir besar yang melanda Desa Sambandete, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara, telah merusak parah akses utama ruas Jalan Trans Sulawesi. Akibatnya, mobilitas warga dari arah Routa, Morowali (Sulawesi Tengah), hingga Kota Kendari terganggu total.
Ketua Umum LSM Jaringan Anti Korupsi (JARAK) Sulawesi Tenggara, Yunus Mbatono, menyampaikan bahwa kondisi ini sangat merugikan masyarakat. “Banyak pengguna jalan harus mempertaruhkan nyawa untuk melintasi genangan banjir. Selain kerugian waktu dan biaya, sudah banyak pula kasus kecelakaan seperti kendaraan hanyut hingga kerusakan akibat nekat menerobos banjir,” ungkapnya, Senin (7/4/2025).
Ia menyesalkan bahwa ruas jalan vital ini, yang merupakan jalur penghubung antar provinsi dan menjadi urat nadi aktivitas ekonomi, sosial, hingga kesehatan, justru terkesan diabaikan. Padahal, jalan ini telah menelan anggaran jumbo— lebih kurang Rp100 miliar dalam beberapa tahun terakhir.
Dana Miliaran Rupiah, Hasil Mengecewakan
Menurut data yang dihimpun, penanganan banjir di ruas jalan ini telah dianggarkan melalui APBN Kementerian PUPR sejak tahun 2021 sebesar Rp48 miliar ditambah pada tahun 2021 anggaran sebesar Rp14 Miliar melalui APBN Kementerian PUPR yang telah diputus kontrak dan kembali dikucurkan dana melalui program Inpres Jalan Daerah pada tahun 2024 senilai Rp37 miliar melalui Kementerian PUPR. Tambahan anggaran perencanaan dan pengawasan pun menyentuh angka Rp1,4 miliar.
Namun ironisnya, meski pengawasan proyek baru rampung Januari 2025, pada Maret lalu banjir kembali memutus total akses jalan.
“Ini bukan sekadar persoalan cuaca ekstrem. Jika mengacu pada standar mutu pekerjaan, diduga kuat ada cacat mutu, kegagalan desain, serta lemahnya pengawasan,” tegas Yunus.
BPJN dan BWS Dinilai Lalai
Yunus menyayangkan sikap Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah Sultra yang dinilai lamban merespons bencana. “Alih-alih bertindak cepat, mereka hanya mendirikan posko banjir dan menempatkan petugas pemantau air,” katanya.
Padahal, menurutnya, solusi darurat seperti pemasangan jembatan bailey atau ponton seharusnya bisa segera dilakukan untuk memulihkan akses sementara.
Ia juga mendesak Balai Wilayah Sungai (BWS) Sultra untuk turun tangan merancang infrastruktur pengendali air seperti embung, bendungan, atau kolam retensi yang tepat guna, mengingat wilayah tersebut dikelilingi sungai besar, anak sungai, serta rawa-rawa.
Seruan Audit dan Moratorium Izin
LSM JARAK Sultra mendesak Inspektorat Kementerian PUPR Wilayah II serta KPK dan Kejagung untuk mengaudit proyek-proyek di ruas jalan ini. Jika ditemukan indikasi kerugian negara, pihaknya mendesak penegakan hukum secara tegas.
Tak hanya itu, alih fungsi hutan secara masif di kawasan ini juga disebut sebagai faktor utama bencana banjir. Yunus menyerukan moratorium seluruh izin—baik pertambangan, perkebunan, maupun penebangan liar—yang tidak sesuai dengan tata ruang wilayah (RTRW).
“Kami tidak menyasar satu-dua perusahaan. Tapi semua perizinan di wilayah ini harus dievaluasi total,” tutupnya.
(Tim Redaksi / AJM)
Redaksi/Editor: Andi Jumawi