Konsel, Sultra _ www.indeks.co.id — Menanggapi Laporan Polisi (LP),Nasri di Kepolisian Resor (Polres) Konawe Selatan (Konsel) tentang dugaan pengrusakan dan penyerobotan lahan dan telah di muat disalah satu media online di Sultra, tgl 24 – 11 – 2021,Kaharuddin,Kepala desa Matandahi,Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan ( Konsel ),Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), angkat bicara.
Menurut, Kaharuddin saat di temui pada tanggal 28 November 2021, Rens atau kandang tempat pengembang biakan ternak sapi miliknya, yang telah dipagar duri keliling seluas berkisar 3 hektar are, didapatkan dengan cara meminjam lahan tanah kepada, Haji Andi Yusuf, dari sejak tahun 2016 lalu, yang diketahuinya asal muasal lahan tersebut, di kuasai oleh Daeng Marakka, kisaran sejak tahun 1980- an, kemudian dijual kepada kerabatnya yang bernama, Petta Nurung selanjutnya oleh sebab utang piutang maka sekarang dikuasai dan diklaim oleh Haji Andi Yusuf, serta obyek lokasi lahan yang di pergunakan Rens kandang sapi terletak dalam peta wilayah desa Lakara , selisih tempat dengan yang di persoalkan oleh Nasri, nama-nama yang tertera dalam sertifikat tidak dikenal serta obyek lokasi lahannya beralamatkan di Desa Moloi Indah,ucapnya.
“Hal inilah yang menjadi polemik berkaitan dengan mekanisme penerbitan dan penempatan kedudukan sertifikat tersebut yang dianggap janggal,”kata Kaharuddin.
Sebaiknya,Nasri, menghadirkan pemilik asal tempat dia membeli lahan yang namanya tertera dalam sertifikat yang dimaksud pada penerbitan tahun 1993 itu, dan kalau ada pemerintah yang mengesahkan asal usul lahan tersebut tolong munculkan pemerintah yang mana ?. Ucap Kaharuddin.
Di lain tempat, 28 -11 – 2021, Menurut, Haji Andi Yusuf, terkait lahan yang di pergunakan dan di jadikan Rens ( Kandang ) peliharaan sapi milik Kepala Desa Matandahi, asal usul lahan ini, awalnya di garap atau di kuasai oleh Daeng Marakka, kemudian di jual kepada Petta Nurung,setelah itu karena ada urusan utang piutang,lahan itu saya tahan dan kuasai dan akhirnya saya pinjamkan kepada, Kaharuddin (Kades Matandahi) dengan alasan untuk Rens kandang sapi,ucap H.Andi Yusuf.
Bahkan Petta Nurung bertemu langsung dengan Kaharuddin saat itu, lokasi lahan ini berbatasan dengan patok pal batas Desa Moloindah (transmigrasi Moloindah), dan seingat saya, Petta Nurung, menguasai dan menggarap lahannya berkisar pada tahun 80an,terang H.Andi Yusuf.
Yang membuat saya heran,lanjutnya, tiba-tiba ada muncul beberapa nama yang tercantum dalam sertifikat yang di bawa Nasri, tidak kami kenal nama-nama pemilik lahan itu, apa mereka berasal dari warga Desa Lakara atau berasal dari Desa Moloinda (transmigrasi), serta letak Obyek sertifikat masuk wilayah Desa Moloinda karena itu patut di pertanyakan,jelas H.Andi Yusuf.
Terkait hal ini, menurut Kepala Desa Lakara, AHMAD, DG, MANGESA, SE, hari Rabu 1 – Desember 2021, sepengetahuan kami Rens (kandang) peliharaan sapi milik Kades Matandahi sudah ada beberapa tahun yang lalu berkisar tahun 2018, kalau persoalan sertifikat kami tidak tahu kalau itu yang dijadikan obyek karena berdasarkan PETA, itu masih wilayah Desa Lakara, yang menjadi permasalahan, kenapa ada sertifikat memakai alamat Desa Moloinda, karena disitu orang Lakara semua, empang yang dibawa atas nama Nasri, juga empang yang produktif yang dia sertifikat baru sekitar 2 atau 3 tahun lalu, itu juga Desa Lakara,terang Ahmad Dg Mangesa.
Perlu dipahami, terbentuknya transmigrasi Moloinda adalah adanya kesepakatan 2 Desa yaitu, Desa Lapulu dan Desa Lakara, sehingga transmigrasi ini dinamakan transmigrasi Lokal, sebagian masyarakatnya berasal dari Desa Lapulu dan sebagian lainnya berasal dari Desa Lakara, karena dua (2) wilayah di serahkan itulah ada tata ruang, sementara Desa Moloinda itu adalah transmigrasi yang punya tata ruang ada patok dan tapal batasnya,kata Ahmad Dg Mangesa.
Olehnya,masih kata Ahmad Dg Mangesa, misalkan hal ini dipermasalahkan, pertama, di dudukkan atas Nama birokrasi, yang ke dua, kita turun lapangan tunjuk yang mana wilayah transmigrasi serta mana wilayah Desa Lakara dan setelah itu baru kita tunjuk mana obyek sertifikat yang di maksud,urai Ahmad.
Yang namanya masyarakat transmigrasi sesuai mekanismenya, masing-masing pesertanya akan di berikan lahan perumahan 25 are, kemudian lahan satu (1) seluas 75 are dan lahan dua (2) seluas 1 hektar are, misalkan ada masyarakat transmigrasi memiliki sertifikat hanya seluas 1 hektar are berarti patut di pertanyakan keberadaannya,beber Ahmad Dg Mangesa.
Laporan : Adriana
Redaksi : Andi Jumawi