oleh

Habisnya SDA Tidak Seiring Tumbuhnya SDM Masyarakat Lingkar Tambang Akibat Penjajahan Korporasi Yang Sistematis dan Terstruktur dengan Dalih Investasi

Jakarta | indeks.co.id — Negeriku kaya Rakyatku Malang,hadirnya pertambangan dengan Ratusan IUP pertambangan Nikel adalah rezeki sebagian kecil masyarakat namun petaka dikemudian hari bagi alam dan penghuninya.

Hal ini disampaikan oleh Andi Muhammad Ramadhan, SH.,MH.,CLA.,CIL Ketua Otorita Sulawesi Tenggara Kawasan Ekonomi Khusus Pertambangan Nikel (OST – KEKPN), Sabtu 24 September 2022 yang diterima redaksi indeks.co.id melalui pesan tertulisnya.

“Banyaknya tahapan yang diabaikan dalam proses perizinan sampai pada tahap produksi pertambangan Nikel dan dukungan, diamnya Aparat Penegak Hukum (APH) di negeri ini menjadikan Investasi adalah bentuk penjajahan corporasi yang tertata baik,”kata Andi Muhammad Ramadhan.

Menurutnya, Para Founding Father Bangsa ini meletakan Pancasila sebagai Dasar Negara Kita dan UUD 1945 sebagai Dasar Penegakan Hukum.
Namun pelaksanaan hari ini yang dalam bidang pertambangan lembaran kertas merah yang licin membungkam mulut para pejabat dan APH di negeri ini,ujarnya.

Dalam tulisannya itu, Andi Muhammad Ramadhan mengatakan, mulai dari kelalaian dalam perizinan sampai ketidakjelasan dalam realisasi CSR para perusahaan pelaku usaha pertambangan sedangkan sudah jelas Negeri kita memiliki UU yang menjadi pijakan dalam penindakan,tegasnya.

Lanjut dia, yang terjadi para pencari keuntungan pribadi para pejabat dan APH membuat mereka buta dan tuli akan kondisi alam dan masyarakat sekitar saat ini.

Corporate Sociate Responsibiliti (CSR) sudah jelas banyak diatur dalam bentuk apapun baik dari UU perseroan maupun dalam bentuk PERTAMBANGAN namun semua UU itu hanya menjadi bahan lelucon hingga hari ini tanpa realisasi, terang Ketua OST-KEKPN.

Dikatakannya, Indonesia mengamanatkan agar perusahaan melakukan CSR, hal itu tercantum di Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”) yang berbunyi:

Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.[1]

Pengertian CSR dalam UU PT dikenal dengan istilah tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana disebutkan di Pasal 1 angka 3 UU PT, yaitu:

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

Lanjutnya, Sebenarnya, menurut Tuti Rastuti, dkk dalam buku yang sama (hal. 119), melaksanakan tanggung jawab sosial secara normatif merupakan kewajiban bagi jenis perusahaan apapun. Ketika perusahaan sebagai komunitas baru melakukan intervensi terhadap masyarakat lokal, sudah menjadi keharusan untuk melakukan adaptasi dan memberikan kontribusi dikarenakan keberadaannya telah memberikan dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif.

Hal ini juga sejalan dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”) yang bunyinya:

Setiap Perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Tanggung jawab sosial dan lingkungan ini menjadi kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan undang-undang.Kewajiban tersebut dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan perseroan.[2]

CSR Pada Perusahaan Pertambangan
Kewajiban perseroan dalam melaksanakan CSR oleh UU PT secara implisit ditujukan untuk perusahaan pertambangan, sebagai perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam.

Tapi kita bisa melihat kekhususan CSR di dalam Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU 4/2009”), yaitu:

Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat.

Penyusunan program dan rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dikonsultasikan kepada pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.[3] Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat yang berdomisili di sekitar operasi pertambangan.[4].

Pemegang Izin Usaha Pertambangan (“IUP”) adalah badan usaha, koperasi, dan perseorangan.[5] Sedangkan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (“IUPK”) dapat diberikan dengan memperhatikan kepentingan daerah kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, baik berupa badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), maupun badan usaha swasta.[6].

Meskipun istilah CSR yang digunakan beda dengan yang ada di UU PT, namun pada intinya CSR dalam UU 4/2009 ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Hal ini sebagaimana bunyi dari definisi pemberdayaan masyarakat berdasarkan UU 4/2009, yaitu adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.[7].

Tidak sampai di situ, pengaturan CSR untuk perusahaan pertambangan lebih lanjut diatur di Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 23/2010”) sebagaimana diubah terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 8/2018”).

Pemegang IUP dan IUPK harus menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK.[8] Sebagai informasi WIUP adalah singkatan dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan yaitu wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP, [9] dan WIUPK singkatan dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus dalam Wilayah Usaha Pertambangan Khusus adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUPK.[10]

Selanjutnya, program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat harus dikonsultasikan dengan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat setempat.[11] Masyarakat dapat mengajukan usulan program kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat kepada bupati/walikota setempat untuk diteruskan kepada pemegang IUP atau IUPK.[12].

CSR yang harus dilakukan perusahaan pertambangan ini diprioritaskan untuk masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK yang terkena dampak langsung akibat aktivitas pertambangan.[13].

Proritas masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang berada dekat kegiatan operasional penambangan dengan tidak melihat batas administrasi wilayah kecamatan/kabupaten.[14].

Adakah Sanksi Jika Perusahaan Pertambangan Tidak Melaksanakan CSR?
Berdasarkan UU PT dan PP 47/2012, perseroan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[15].

Karena fokusnya sektor pertambangan, berarti peraturan perundang-undangan yang dimaksud mengacu ke PP 23/2010 beserta perubahannya. Terhadap perusahaan pertambangan yang tidak melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan dikenakan sanksi administratif berupa:[16].
peringatan tertulis;
penghentian sementara IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi mineral atau batubara; dan/atau
pencabutan IUP atau IUPK.

Sanksi administratif tersebut diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pertambangan mineral dan batubara, gubernur, atau bupati/walikota. sesuai dengan kewenangannya.[17].

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun  2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.

Aspek Hukum Pengelolaan Perusahaan.

[1] Penjelasan Pasal 74 ayat (1) UU PT
[2] Pasal 3 PP 47/2012
[3] Pasal 108 ayat (2) UU 4/2009
[4] Penjelasan Pasal 108 ayat (2) UU 4/2009
[5] Pasal 38 UU 4/2009
[6] Pasal 74 ayat (1) jo. Pasal 75 ayat (2) UU 4/2009
[7] Pasal 1 angka 28 UU 4/2009
[8] Pasal 106 ayat (1) PP PP 23/2010
[9] Pasal 1 angka 31 PP UU 4/2009
[10] Pasal 1 angka 35 UU 4/2009
[11] Pasal 106 ayat (2) PP 23/2010
[12] Pasal 106 ayat (3) PP 23/2010
[13] Pasal 106 ayat (4) PP 23/2010
[14] Pasal 106 ayat (5) PP 23/2010
[15] Pasal 74 ayat (3) UU PT jo. Pasal 7 PP 47/2012
[16] Pasal 110 ayat (1) dan (2) PP 23/2010
[17] Pasal 110 ayat (3) jo. Pasal 1 angka 9 PP 23/2010.

Redaksi/Publizher ; Andi Jumawi

Disclaimer : Dilarang mencopy sebagian atau keseluruhan isi berita www.indeks.co.id tanpa seizin Sumber redaksi.Kecuali memiliki Izin dan Kerjasama yang tertulis. Segala pelanggaran Mencopy/Jiplak Berita,Tulisan,Gambar,Video dalam Media www.indeks.co.id bisa dituntut UU Nomor 40/1999 Tentang Pers pada Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan: “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”.
BACA JUGA  Prioritaskan Anggaran Berbasis Kinerja, DPR RI Apresiasi Gus Halim

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *