HUKUMJAKARTANasional

“Pengadilan yang Tak Pernah Dimulai”

290
×

“Pengadilan yang Tak Pernah Dimulai”

Sebarkan artikel ini
Listen to this article

Jakarta, indeks.co.id | 10 Januari 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)

Di sebuah negeri yang kuat militernya, ada empat peradilan berdiri dengan gagah: peradilan umum, agama, tata usaha negara, dan militer. Negeri ini sangat bangga dengan militernya yang tangguh, disiplin, dan tak tergoyahkan. Namun, ada sekelompok orang di negeri itu yang berteriak lantang: “Semua warga negara, termasuk militer, harus diadili di peradilan umum!”

Suatu hari, keinginan kelompok itu terkabul. Seorang perwira militer yang diduga terlibat dalam kasus korupsi besar dibawa ke peradilan umum. Sepertinya, inilah saatnya hukum menunjukkan kekuatannya. Tapi, alangkah malangnya, drama baru saja dimulai.

Babak 1: Barang Bukti yang Keras Kepala

Saat sidang dimulai, penyidik meminta barang bukti berupa dokumen dan peralatan dari markas militer. Dengan gagah, komandan pangkalan berkata, “Kami tidak bisa menyerahkan dokumen ini. Ini adalah rahasia negara.”

Ketika jaksa mencoba bersikeras, sang komandan hanya tersenyum tipis dan menjawab, “Kami tunduk pada UU Disiplin Militer, bukan perintah Anda.” Lalu dokumen-dokumen itu tetap terkunci rapat di dalam brankas yang dijaga oleh 10 tank.

Babak 2: Anak Buah yang Setia

Hakim memanggil para saksi, kebanyakan dari mereka adalah anak buah sang perwira. Ketika dipanggil, mereka berdiri tegap, memberikan hormat, dan berkata dengan lantang, “Kami hanya berbicara jika diperintah oleh komandan kami.”

Hakim bingung, jaksa frustrasi, dan publik mulai merasakan absurditas situasi ini. Seorang hakim akhirnya berkata, “Ini bukan pengadilan, ini lelucon!” Tapi lelucon itu ternyata baru dimulai.

Babak 3: Latihan yang “Kebetulan”

Di tengah persidangan, terjadi serangkaian kejadian misterius. Mobil hakim ketua tiba-tiba tidak bisa dinyalakan, dan mekanik menemukan seekor ayam di dalam mesin mobil. Ketika ayam itu diangkat, ada catatan kecil bertuliskan: “Latihan sabotase berhasil.”

BACA JUGA  Musda Ke-4 DPD Demokrat Maluku Utara Berjalan Lancar, Tetapkan Dua Calon

Di hari lain, anak seorang hakim tiba-tiba menghilang selama dua jam, hanya untuk kembali ke rumah dengan membawa stiker berbentuk lambang militer di punggungnya. “Ayah, tadi aku diajak main petak umpet sama om-om berseragam!” katanya polos. Hakim itu pucat pasi.

Para penyidik pun tak luput dari “latihan.” Rumah mereka menjadi sasaran “simulasi teror.” Lampu-lampu padam, suara-suara aneh terdengar di tengah malam, dan tiba-tiba ada tenda militer berdiri di halaman depan rumah mereka dengan tulisan: “Ini hanya latihan. Jangan panik.”

Babak 4: Titik Akhir yang Tak Terelakkan

Setelah serangkaian kejadian tersebut, para hakim dan jaksa akhirnya menyerah. “Kami ingin menegakkan hukum, tapi kami tidak bisa berperang melawan seluruh angkatan bersenjata!” kata salah satu hakim dengan pasrah.

Sidang dibubarkan dengan kesimpulan: “Terdakwa dikembalikan ke pengadilan militer. Mereka lebih tahu bagaimana menangani masalah ini.” Sementara itu, sang komandan militer tersenyum puas. “Hukum itu penting, tapi latihan kami lebih penting.”

Kisah ini menjadi pelajaran besar bagi negeri tersebut. Mereka menyadari, tidak semua hal bisa dipaksakan. Setiap lembaga punya tempat dan fungsinya masing-masing. Apakah ini pernah terjadi di dunia nyata? Semoga tidak pernah terjadi di Indonesia. Karena kalau iya, pengadilan kita akan menjadi sasaran latihan berikutnya!

*)Kabais TNI (2011-2013)

Redaksi/Publizher ; Andi Jumawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DILARANG MENCOPY/PLAGIAT DAPAT DI PIDANA

error: Content is protected !!