oleh

Carut Marut Birokrasi, Data Kependudukan dan Paket Sembako Yang Tak Berujung

INDEKS, PPMI CENTRE, JAKARTA, Menjalankan Ibadah Puasa tidak makan sahur agaknya sungguh tragis jika sampai terjadi lantaran menunggu paket bantuan sembako yang sudah dijanjikan pemerintah sejak larangan pulang ke kampung diberlakukan sejak dua pekan silam. Para pekerja yang datang dari berbagai daerah dan mencari makan di Jakarta mempunyai soal tersendiri untuk mendapat paket sembako dari pemerintah daerah apalagi dari pemerintah pusat. Tak sedikit diantara pekerja Dari berbagai daerah itu yang sudah didata namun yang diminta tak cuma KTP (Kartu Tanda Penduduk) tetapi juga diminta juga KK ( Kartu Keluarga) yang mustahil dibawa-bawa ketika mau datang ke tempat kerjanya di Jakarta.
Cara kerja serupa ini menunjukan berapa lemahnya sistem dan teknis pendataan serta basis data dari penduduk yang ada di Jakarta maupun yang datang. Belum lagi kelak teknis pengiriman paket sembako itu pun harus ketat dikawal agar bisa sampai pada yang berhak menerimanya. Kejadian pelemahan pendataan kependudukan masih terjadi diseluruh wilayah Indonesia terutama yang telah disetujui melakukan PSBB oleh Menteri Kesehatan, Betapa carut marutnya data kependudukan kita, padahal Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran yang begitu besar agar data kependudukan kita berbasis elektonik dengan E-KTP bisa mempermudah kondisi-kondisi teknis dilapangan tetapi ternyata Pendataan kependudukan kita masih saja ditangani secara manual dan lama, yang pada akhirnya ketika data-data seperti ini sangat diperlukan disaat kondisi bencana yang sangat memerlukan akurasi dan kecepatan, tidak dapat terealisasi yang berujung terhadap kerugian rakyat karena menilai pemerintah lambat dalam mengantisipasi keadaan sehingga menimbulkan konflik-konflik social di masyarakat.
Padahal inti utama dari pemberian bahan pangan itu agar warga masyarakat termasuk mereka yang tidak boleh pulang ke kampungnya itu bisa bertahan dan tenang serta nyaman mau diam di tempat tinggal masing-masing tanpa perlu ke luar rumah untuk hal-hal yang tidak mendesak. Intinya maksud dari bantuan bahan pangan itu agar penyebaran virus corona bisa dicegah agar tidak meluas dan yang sakit tidak bertambah serta bisa segera disembuhkan.
Karenanya, bahan pangan yang mau disalurkan tidak cuma harus tepat sasaran, tapi cukup memadai guna memenuhi kebutuhan hidup, tak hanya asal kenyang tapi juga sehat dan bergizi supaya ketahanan dan pertahanan tubuh bisa prima dan kuat melawan virus jahat yang mematikan itu.
Oleh karena itu bantuan bahan pangan yang hendak disalurkan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus memenuhi syarat siapa yang paling berhak menerima bantuan itu terlebih dahulu. Kemudian bagaimana cara penyampiannya yang paling efisien dan cepat serta gampang dilakukan tidak ribut. Lalu apa saja wujudnya dan berapa jumlahnya. Sebab bisa saja secara kualitas baik, tetapi secera kuantitas kurang, atau sebaliknya.
Begitu juga dengan teknis pembagiannya, mungkin saja diatas kertas sudah oke, tapi realitas di lapangan banyak yang luput dari pencatatan, tak hanya bagi mereka yang tak mudik ke kampung halaman di luar Jakarta, tapi juga terhadap warga setempat seperti yang luput dari catatan saat Pemilu maupun Pilkada.
Karena itu ide dan teknis pembagian bantuan bahan pangan untuk warga masyarakat di semua tempat dan wilayah hendaknya dilakukan secara cermat dengan mengutamakan pendekatan kemanusiaan. Jangan sampai ada pamrih keuntungan politik maupun pamrih ekonomi. Sebab masalah yang sedang kita hadapi sekarang sungguh bisa menjadi tragedi bagi kemanusiaan. Semua yang terancam itu adalah saudara, kawan dan rekanan kita juga. Itulah sebabnya kepedulian serta kesetiakawanan dan persaudaraan kita sedang diuji oleh sang waktu. Termasuk sikap kedermawanan kita, apakah sungguh otentik atau palsu. Maka itu, sekecil apapun bantuan yang diulurkan pasti akan sangat berarti. Walau hanya sehelai masker.
Karena itu ide dan teknis pembagian bantuan bahan pangan untuk warga masyarakat di semua tempat dan wilayah hendaknya dilakukan secara cermat dengan mengutamakan pendekatan kemanusiaan. Jangan sampai ada pamrih keuntungan politik maupun pamrih ekonomi. Sebab masalah yang sedang kita hadapi sekarang sungguh bisa menjadi tragedi bagi kemanusiaan. Semua yang terancam itu adalah saudara, kawan dan rekanan kita juga. Itulah sebabnya kepedulian serta kesetiakawanan dan persaudaraan kita sedang diuji oleh sang waktu. Termasuk sikap kedermawanan kita, apakah sungguh otentik atau palsu. Maka itu, sekecil apapun bantuan yang diulurkan pasti akan sangat berarti. Walau hanya sehelai masker. Apalagi bisa lebih dari sekedar paket sembako. Boleh juga diwujudkan sambil sekalian mau menyambut bulan ramadhan yang penuh berkah dan hikmah. Toh orang yang sesungguhnya kaya itu adalah mareka yang gemar berbagi. Bukan mareka yang berhasil menumpuk harta segunung, tanpa mau berbagi dan tidak sama sekali mendatangkan manfaat apa-apa bagi orang lain.
Betapa besarnya berkah dan pahala kebaikan dari sembako yang dibagikan selama Ramadhan ini, sama besarnya dengan azab yang kelak mereka terima karena menyelewengkan paket sembako itu untuk kepentingan diri dan kelompok atau kaumnya saja. Sebab berkah bulan Ramadhan itu pun bagian dari rahmatan lil aalamin. Untuk semua orang tanpa kecuali.
Jakarta, 24 April 2020 Jacob Ereste Aktivis buruh dan Pengamat Sosial

Disclaimer : Dilarang mencopy sebagian atau keseluruhan isi berita www.indeks.co.id tanpa seizin Sumber redaksi.Kecuali memiliki Izin dan Kerjasama yang tertulis. Segala pelanggaran Mencopy/Jiplak Berita,Tulisan,Gambar,Video dalam Media www.indeks.co.id bisa dituntut UU Nomor 40/1999 Tentang Pers pada Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan: “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”.
BACA JUGA  USAID IUWASH PLUS Tutup Program di Barru, Bupati Barru Sebut : Berhasil dengan Sukses

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *