HUKUMJAKARTANasionalREDAKSI

Pengamat, Adv Soleman B Ponto, ST., S.H., M.H: Revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri, Jangan Sampai Kembali ke UU Subversi

2021
×

Pengamat, Adv Soleman B Ponto, ST., S.H., M.H: Revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri, Jangan Sampai Kembali ke UU Subversi

Sebarkan artikel ini
Listen to this article

INDEKS.CO.ID, JAKARTA, Selasa 21 Mei 2024 — Apa kata pengamat TNI dan Intelijen Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B Ponto, ST., S.H., M.H terkait revisi UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)?Berikut hasil wawancara dengan awak Media indeks.co.id, Selasa Malam 21 Mei 2024.

Dalam wawancara ini, Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B Ponto, ST., S.H., M.H memberikan pendapatnya terkait pasal 16 UU Nomor 2002 tentang Polri yang sementara di bahas di DPR RI yang menurutnya ada kesamaan dengan Pasal 6 (UU Subversi) dimana pada pasal tersebut menyatakan bahwa ;
(1) Guna keperluan penyidikan, tiap pegawai yang diserahi tugas-penyidikan dalam lingkungan wewenangnya di mana saja dan pada setiap waktu, bila perlu dengan bantuan alat-alat kekuasaan lain serta dengan menghindahkan ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat berikut, dapat memasuki sesuatu tempat serta melakukan penggeledahan dan penyitaan barang-barang, termasuk surat- surat yang mempunyai atau dapat disangka mempunyai sangkut-paut dengan kegiatan subversi.

Sementara pada Pasal 16 (RUU Polri) menyatakan ;
(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 di bidang proses pidana, Polri berwenang untuk:

a. melakukan penangkapan, penetapan tersangka, penahanan, penggeledahan, dan  penyitaan;

b. melakukan pengelolaan tahanan dan barang bukti;

c. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara serta melakukan pengamanan barang bukti untuk kepentingan Penyelidikan dan/atau Penyidikan;

d. melakukan pengolahan tempat kejadian perkara;

e. membawa dan menghadapkan orang kepada Penyidik dalam rangka Penyidikan;

f. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, barang, dan/atau benda lainnya yang diduga berhubungan dengan tindak pidana;

g. melakukan pemeriksaan dan penyitaan terhadap surat, dokumen elektronik, dan bentuk dokumen lainnya;

h. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

i. mendatangkan ahli guna mendukung proses Penyelidikan dan/atau Penyidikan;

j. mengadakan penghentian Penyelidikan dan/atau penghentian Penyidikan;

k. menjalankan diversi pada proses peradilan pidana anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

l. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

m. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak, untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

n. memberikan rekomendasi pengangkatan penyidik pegawai negeri sipil dan/atau penyidik lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang sebelum diangkat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia;

BACA JUGA  Polres Simalungun Tangkap Tersangka Pemilik Narkotika Shabu

o. memberi petunjuk dan bantuan Penyelidikan dan/atau Penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil dan/atau penyidik lainnya;

p. menerima hasil Penyelidikan dan/atau Penyidikan dari penyidik pegawai negeri sipil dan/atau penyidik lainnya untuk dibuatkan surat pengantar sebagai syarat sah kelengkapan berkas perkara yang akan diserahkan kepada penuntut umum;

q. melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses Ruang Siber untuk tujuan Keamanan Dalam Negeri berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi;

r. menerbitkan atau mencabut daftar pencarian orang;

s. melakukan penanganan tindak pidana berdasarkan Keadilan Restoratif; dan/atau

t. melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

(2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf t merupakan tindakan Penyelidikan dan Penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e. menghormati hak asasi manusia.
(3) Ketentuan mengenai penanganan tindak pidana berdasarkan Keadilan Restoratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf s diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Menurutnya, ketika kita bicara Polri, KUHAP menyatakan, Penyidik adalah Polri, kewenangan menangkap itu adalah penyidik, penyidik berwenang menangkap, menahan, menggeledah segala macam, itukan ada dipenyidik, sehingga Polri bisa menangkap karena dia melaksanakan KUHAP.

Nah sekarang ketika UU Polri menyebut Polri boleh menangkap artinya UU Polri bertentangan dengan KUHAP atau UU Polri adalah penyelesaian masalah di luar KUHAP.

Apa bedanya dengan UU Subversi, UU Subversi juga itu penyelesaian masalah diluar KUHAP, hanya saat itu Militer yang banyak menyatakan, Sekarang Polri. .

Saat ditanya tentang Revisi UU nomor 2 tahun 2002 tentang Polri yang saat ini sedang di bahas di DPR RI apakah perlu dilakukan menurutnya, kalau ada beberapa pasal yang berpotensi menjadi “subversi” menjadi UU Subversi ya jangan, ucapnya.

Menurutnya dari pembahasan yang dilakukan di DPR yang ia pernah dia lihat entah itu benar atau tidak, ia beranggapan bisa berpotensi menjadi UU seperti UU Subversi. Jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sama, kita membubarkan UU Subversi nah sekarang kita buat lagi. Prinsip UU Subversi itu dicabut karena UU itu menyelesaikan masalah diluar KUHAP dicabut karena bisa menangkap dan menahan orang, bikin  pengadilan sendiri tidak melalui cara-cara KUHAP, itulah UU Subversi, ujarnya.

BACA JUGA  Wabup Soppeng Ir H. Lutfi Halide Menyerahkan Santunan 70Juta

Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) ini mengatakan, perlakuan dari UU Subversi itu bertindak diluar KUHAP sehingga dicabut dan ketika UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri direvisi salah satu contohnya Pasal 16 bahwa Polri bisa menangkap, bisa memeriksa bisa menahan, bisa menggeledah dan lainnya maka tentunya itu sudah jelas diluar KUHAP, karena yang bisa melakukan penangkapan, penahanan dan penggeledahan dan lainnya hanya penyidik.

Dikatakannya, yang bisa melakukan penangkapan terhadap orang yang membuat pelanggaran sesuai yang diatur dalam KUHAP adalah penyidik, bukan berarti semua anggota Polri bisa melakukan penangkapan seperti tugas yang dilakukan oleh seorang penyidik, Kalau bukan penyidik ya jangan melakukan penangkapan dia seperti Hansip, tetapi ketika dia melakukan tindakan penangkapan itu berarti melakukan tindakan diluar daripada KUHAP sama seperti UU Subversi, bebernya.

Lanjutnya, Seorang penyidik dia punya tugas sebagai penyidik yang mana bisa menangkap, menahan, memeriksa, menggeledah dan lainnya untuk kepentingan proses hukum. Jadi Polri jangan bertindak seperti KUHAP karena ketika Polri melakuan tindakan seperti KUHAP maka itu sama artinya kembali kepada UU Subversi. Yang mana UU Subversi itu bertindak diluar dari apa yang diatur dalam KUHAP.

Lebih jauh ia menjelaskan, Ketika kita berbicara Polisi,  UUD menyatakan bahwa Polisi itu di bidang Kamtibmas, Keamanan Ketertiban Masyarakat. Pertanyaannya masyarakat menjadi tidak tertib karena ada apa yang dilakukan mereka. Tidak tertibnya masyarakat karena ada aturan yang dilanggar. Ketika masyarakat melanggar aturan itu urusannya
Polisi. Aturan itu apa ? UU. Lah. Jadi ketertiban masyarakat itu terganggu apabila ada masyarakat yang melakukan kegiatan yang melanggar aturan perundangan karena aturan perundangan itu, maka itulah tugasnya Polisi. Itulah sebabnya maka pada KUHAP jelas dinyatakan penyidik adalah Polri dan PPNS.

Dengan demikian seharusnya hal itu ditindaklanjuti sebagai Polisi sebagai penyidik, artinya Polisi ini nanti dia akan bertugas sebagai penegak hukum saja. Artinya lingkup tugasnya itu adalah lingkup pelanggaran UU dan semata-mata dalam penegakan hukum. Kalau diluar pelanggaran UU kita berbicara Militer Operation itu lingkupnya TNI.

Jadi sebenarnya dimanapun didunia masalahnya hanya ada dua, apakah dalam masyarakat itu ada pelanggaran Hukum atau ada pelanggaran kedaulatan. Karena itulah ketika itu pelanggaran kedaulatan kita terganggu maka kita melawan dengan melakukan namanya Militer operation itu ranahnya Tentara (TNI) dan ketika itu ada pelanggaran hukum kita menjawab dengan melakukan law enforcement (penegakan hukum). Apa pelanggarannya, bagaimana caranya, apa hukumnya, itu sudah diatur dalam KUHAP dan disitu diatur Polri. Jadi Polri pada dasarnya itu berada dalam lingkup pelanggaran tentang UU.

BACA JUGA  Ketua KPK, Firli Bahuri, Terancam Hukuman Pidana Seumur Hidup

Sehingga dalam revisi UU Nomor 2 tahun 2002 ini kita harus melihat dan memperhatikan secara cermat jangan sampai ketika kita menulis UU itu bertabrakan dengan KUHAP. Jangan salah bahwa KUHAP itulah batas atas bawah Polri itu ada di KUHAP, bebernya.

Karena bunyi dalam KUHAP penyidik itu adalah Polri, sehingga apa yang sudah ada dalam KUHAP itu yang harus menjadi pegangan dari Polri. Jangan keluar, kalau dia keluar dari KUHAP artinya ada aturan lain selain KUHAP itu artinya kita akan membuat kesalahan yang kedua kalinya yaitu UU Subversi. Jadi jangan sampai revisi UU Polri ini justru menjadi tata cara diluar KUHAP.

Ketika UU Nomor 2 tahun 2002 ini di revisi dan dikatakan kewenangan Polri bisa melakukan penangkapan maka tentunya hal ini perlu di pertegas bahwa yang melakukan penangkapan itu adalah penyidik, karena kalau hanya dikatakan Polri maka tentunya hal tersebut keluar dari KUHAP yang mana berbunyi, Penyidik adalah Polri. Namun tidak semua Polri adalah penyidik.

Ia menegaskan bahwa dalam pasal 6 (UU Subversi) dan pasal 16 UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri itu sama bunyinya.Sehingga ketika pasal 16 UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri ini dilanjutkan maka tentunya sudah jelas keluar dari KUHAP dan kembali ke UU Subversi lagi dan kita melakukan kembali kesalahan yang sama.

Ia mengkuatirkan kembalinya UU subversi dengan adanya revisi UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri ini, sehingga perlu dikawal dan diperhatikan agar jangan terjadi lagi kesalahan yang sama dengan munculnya revisi UU yang berpotensi kembalinya UU subversi. Termasuk adanya pembahasan tentang jabatan fungsional Polri sebagai penyidik. Kalau itu terjadi maka negeri kita akan kembali mundur dan kembali kepada UU Subversi. Karena Polri selama ini sudah baik dengan adanya UU yang saat ini berjalan. Dan kalau ada penyimpangan terjadi, itu bukan karena UU nya akan tetapi itu karena oknumnya.

Terakhir ia sampaikan dalam hal ini, DPR  harus jeli melihat dan mencermati revisi UU tentang Polri, pungkasnya.

Redaksi/Publisher : Andi Jumawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DILARANG MENCOPY/PLAGIAT DAPAT DI PIDANA

error: Content is protected !!