Gakkum LHKHUKUMNasional

Gakkum LHK Tangkap Petinggi Perusahaan Tambang Nikel Ilegal di Kolaka Sultra

1805
×

Gakkum LHK Tangkap Petinggi Perusahaan Tambang Nikel Ilegal di Kolaka Sultra

Sebarkan artikel ini
Listen to this article

INDEKS.CO.ID, KENDARI – Direktorat Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan dua orang pengurus PT AG sebagai tersangka atas kejahatan tindak pidana penambangan nikel ilegal yang merusak lingkungan serta merugikan negara. Kejahatan ini terjadi di Desa Oko-Oko, Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), pada tanggal Senin, 13 November 2023.

Tersangka pertama, LM (28 tahun), beralamat di Dusun Salu Kasisi RT 001 / RW 001, Kelurahan Malewong, Kecamatan Larompong Selatan, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, adalah Direktur PT AG. Sementara itu, tersangka kedua, AA (26 tahun), beralamat di Dusun Salu Kasisi RT 001 / RW 001, Kelurahan Malewong, Kecamatan Larompong Selatan, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, berperan sebagai Komisaris PT AG.

Kedua tersangka, LM dan AA, berhasil ditangkap dan kini ditahan oleh penyidik Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi. Mereka kemudian dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 2A Kendari. Sebagai barang bukti, sebanyak 17 (tujuh belas) unit alat berat Excavator PC 200 telah disita dan kini dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari.

Penyidik menjerat kedua tersangka dengan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Hukumannya berupa pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, menegaskan bahwa penindakan tegas harus diambil terhadap kedua tersangka. “Mereka harus dihukum secara maksimal. Kedua tersangka mencari keuntungan finansial dengan mengorbankan lingkungan hidup serta merugikan negara. Tindakan yang dilakukan oleh kedua tersangka ini merupakan kejahatan serius. Oleh karena itu, kami akan menindak kedua tersangka dengan pidana berlapis,” tegas Rasio Sani.

BACA JUGA  Temui Wapres, KSAD Berikan Gagasan Strategi Tangani Keamanan Papua

Rasio Sani menambahkan bahwa dirinya telah memerintahkan penyidik untuk menyelidiki kejahatan korporasi serta mengenakan pidana tambahan terhadap kedua tersangka, selain penerapan pidana pokok berupa pidana penjara dan denda sesuai Pasal 98 UU PPLH. Sesuai dengan Pasal 119 UU PPLH, badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib seperti perampasan keuntungan dan perbaikan akibat tindak pidana, dalam hal ini, pemulihan lingkungan.

Lebih lanjut, Rasio Sani dengan tegas meminta agar penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dilakukan terhadap kedua tersangka dan pihak lain yang terlibat. Hal ini disebabkan oleh Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Tindak Pidana Kehutanan yang merupakan Tindak Pidana Asal dari TPPU, sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 huruf w dan huruf x UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU). Ancaman pidana TPPU, seperti yang diatur dalam Pasal 3 UU PPTPPU, adalah pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Penerapan pidana tambahan bagi korporasi berupa perampasan aset untuk negara dilakukan sesuai dengan Pasal 7 UU PPTPPU.

Penyidikan TPPU akan dilakukan mengingat saat ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KLHK sebagai penyidik tindak pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mendapatkan kewenangan untuk melakukan Penyidikan TPPU berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 15/PUU-XIX/2021.

Untuk percepatan dan penguatan Penyidik TPPU dari Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada tanggal 11 Mei 2023 telah dibentuk Tim Gabungan KLHK dan PPATK untuk Penyidikan Dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang pada Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tambah Rasio Sani.

“Penegakan hukum pidana berlapis termasuk TPPU dilakukan disamping untuk meningkatkan efek jera terhadap penerima manfaat utama (beneficiary ownership) dari kejahatan ini. Upaya tersebut untuk memulihkan kerugian lingkungan dan kerugian negara. Dari kasus-kasus tambang ilegal yang telah ditindak selama ini, pengenaan pidana pokok berupa pidana penjara dan denda semata, tampaknya belum cukup memberikan efek jera. Pengenaan Pidana Tambahan berupa perampasan keuntungan dan TPPU menjadi prioritas kami agar benar-benar dapat menimbulkan efek jera,” tegas Rasio Sani kembali.

BACA JUGA  Penghujung Tahun, Polri Naikkan Pangkat 22 Pati dan 211 Kombes

“Penindakan tegas kami lakukan ini harus menjadi peringatan dan pembelajaran bagi pelaku kejahatan pertambangan, baik nikel, batubara maupun timah. Kami meyakini bahwa penyidikan TPPU melalui Tim gabungan KLHK dengan PPATK serta dukungan Kejaksaan dan Kepolisian akan dapat memberikan efek jera dan menyasar kepada penerima manfaat utama dari kejahatan ini melalui aliran keuangan, follow the money follow the suspect,” jelas Rasio Sani.

Sementara itu, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun, mengatakan bahwa penanganan kasus tambang ilegal ini bermula dari adanya laporan masyarakat tentang kegiatan penambangan nikel ilegal yang diduga tidak memiliki izin. Mendapat informasi tersebut, Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi membentuk Tim Operasi Penyelamatan SDA untuk menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut.

Tim Operasi Penyelamatan SDA menemukan adanya kegiatan penambangan dengan menggunakan alat berat Excavator. Selanjutnya, Tim melakukan pengamanan barang bukti, pengambilan keterangan terhadap Operator Excavator, Pengawas Lapangan, dan Kepala Dusun II Lowani Desa Oko-Oko serta melakukan pemasangan plang segel “Penghentian Pelanggaran Tertentu” di lokasi penambangan ilegal seluas 23,84 Ha.

“Dengan dukungan Brimob Polda Sultra, dapat dilakukan upaya penanganan/pemindahan barang bukti 17 (tujuh belas) unit alat berat Excavator dari lokasi penambangan untuk dititipkan di Rupbasan Kelas I Kendari,” ujar Aswin.

Hasil pemeriksaan oleh Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi terhadap MA (39 tahun) selaku Pengawas Lapangan/Grid Kontrol diperoleh keterangan bahwa kegiatan penambangan sudah dilakukan sejak tahun 2022 dan penanggung jawab kegiatan penambangan tersebut adalah LM (28 tahun) Direktur PT AG, sedangkan AA (26 tahun) Komisaris PT. AG diduga turut serta terlibat membantu kegiatan pertambangan tersebut.

“Kedua orang tersebut telah melakukan penambangan tanpa dilengkapi Izin Usaha Penambangan (IUP), Perizinan Berusaha Bidang Lingkungan Hidup, dan Dokumen Lingkungan Hidup (AMDAL),” imbuh Aswin.

BACA JUGA  Jam Pidsus Periksa Tiga Saksi Kasus Dugaan Tipikor Penyalahgunaan Fasilitas KITE

Sementara itu, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Sustyo Iriyono, menegaskan, “Kami akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya pelaku lain yang terlibat termasuk korporasi. Kami sudah mendapatkan perintah dari Dirjen Gakkum KLHK untuk mendalami penerapan penyidikan TPPU dan Penyidikan bersama dalam penanganan kasus tambang ilegal ini. Kami akan segera berkoordinasi dengan penyidik-penyidik lainnya sehingga para pelaku dapat dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera,” tegas Sustyo.

Sustyo juga mengapresiasi dukungan para pihak seperti Brimob dan Ditreskrimsus Polda Sulawesi Tenggara, Kejati Sulawesi Tenggara, Rupbasan Kelas 1 Kendari, masyarakat, serta media massa dalam penindakan kasus tambang ilegal seperti ini. Sustyo menambahkan bahwa sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk menghentikan kejahatan lingkungan hidup, termasuk kejahatan pertambangan ilegal, Gakkum KLHK selama beberapa tahun ini telah melakukan 2.016 Operasi Pengamanan Hutan, Pembalakan liar, dan TSL serta membawa 1.449 kasus ke pengadilan.
(NN/IE).

Redaksi/Publisher: Andi Jumawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DILARANG MENCOPY/PLAGIAT DAPAT DI PIDANA

error: Content is protected !!