KENDARI, indeks.co.id — Sektor pertambangan merupakan salah satu sumber pendapatan Negara terbesar saat sekarang ini dimana dunia pertambangan di Negeri ini Indonesia menjadi Primadona sejumlah pihak baik pengusaha dalam negeri maupun pengusaha dari sejumlah negara di dunia ini.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Ekonomi dan Keuangan Negara, Nizar Fachri Adam, SE.,ME mengungkapkan sejumlah keganjalan yang terjadi di daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) terkait Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tidak dibayarkan oleh perusahaan tambang di daerah ini, Sabtu 7 Juli 2023.
“Fantastis, Dugaan Kerugian Negara Sektor Pertambangan di Sultra 2023 tembus hingga 500 M Lebih, ” Kata Nizar Fachry Adam.S.E.,ME.
Nizar Fachry Adam.S.E.ME pengamat ekonomi dan keuangan negara yang tergabung di Komite Investigasi Negara KIN mengatakan bahwa kerugian negara dari untuk sektor pertambangan di Sulawesi Tenggara tahun 2023 mencapai Rp500 miliar lebih.
“Berdasarkan rilis BPK dan BPKP kerugian negara dari sektor pertambangan di Sultra tahun 2023 mencapai Rp500 lebih, BPK 450 miliar dan BPKP 94 miliar, ” Kata Nizar Fachry Adam.S.E.ME.
Lanjut Nizar, temuan Badan Pemeriksaan Keuangan negara BPK RI dan Badan Pengawasan Keuangan Pembagunan BPKP RI, menunjukan permasalahan PNBP yang tidak di bayarkan oleh Perusahaan Pertambangan didaerah ini cukup fantastis, ucapnya.
Sedikitnya 25 perusahaan mengabaikan Pembayaran PNBP dan Royalti PSDH di tahun 2017 hingga 2022. Namun yang terjadi 25 IUP ini di tahun 2019-2022 masih dapat mendapatkan RKAB, baik persetujuan Provinsi maupun persetujuan Menteri ESDM, ujarnya.
Dimana Regulasi pembenahan di tahun 2016 yakni menerbitkan aplikasi SIMPONI sistem informasi Pembayaran Iuran dan PNBP KLHK.
Dari peraturan Direktur Jenderal Planologi kehutanan dan tata lingkungan no. P.3/PKTL/REN/PLA.O/5/2019 tentang petunjuk teknis pelaksanaan verifikasi pembayaran penerimaan negara bukan pajak Penggunaan kawasan hutan, imbuhnya.
Baik dari rencana RKA pengunan kawasan hutan dan rehabilitasinya, pihak perusahan yang memiliki Izin Pinjam pakai kawasan hutan wajib menyampaikan tiap tahun RKA mereka dengan melakukan pembayaran kebawajiban dan pelunasan PNBP dan Royalti PSDA, ucap pengamat ekonomi keuangan negara ini.
Pelanggaran yang terjadi, telah di berikan sejumlah hak tagih oleh negara melalui peraturan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 tahun 2021 tentang tata cara pengenaan sanksi administrasi dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administrasi di bidang kehutanan.
Surat tertuang SP3, yang di teruskan kepada pemilik IUP yang tidak dapat di lakukan tindakan. Maka seharusnya pemerintah melakukan penyitaan aset perusahaan, jelas Nizar Fachry Adam.S.E.ME.
Dikatakannya, ada beberapa hal yang menarik
terkait PP No.44/Menhut-II/2015 tentang cara pengenaan pemungutan dan penyetoran aprovisi sumber daya hutan, DR, dan penggantian nilai tegakan, ganti rugi tegakan dan IURAN pemanfaatan hutan.
Yakni Sub Pelunasan PSDH/DR/PNT yang di anggap SAH.,yakni kode biliing dalam aplikasi SIMPONi dan wajib bayar pembayaran PSDH/DR/PNT melalui BANK Persepsi melalui ATM tanpa aplikasi SIMPONI.
Dalam pengawasan dan pengendalian hal ini dilaksanakan oleh TIM teknis yakni Dinas Kehutanan Provinsi, BPKH, BPHP, Dinas ESDM Provinsi dan BPDAS-HL.
Terdapat masalah pertama,ketidak konsistenan pembayaran melalui aplikasi SIMPONI dan BANK Prespesi, ketidak konsistensi pembayaran ini merupakan indikasi kerugian negara, tanpa pengawasan yang optimal.
Kedua, ada sejumlah kebijakan khusus atau kebijakan melampaui wewenang melakukan sejumlah pelanggaran atau di duga gratifikasi.
Yakni indikasi memuluskan pertambangan tanpa melakukan pelunasan PNBP.
Ketiga indikasi penerbitan izin perpanjangan pinjam pakai kawasan tanpa melalui mekanisme Perudangan undangan,tutupnya.(NN/AJM)
Redaksi/Publizher : Andi Jumawi