Jakarta, 11 Januari 2023, www.indeks.co.id —Spiritual itu memposisikan cara berpikir yang dipimpin oleh rasa, insting, naluri dan bisikan hati untuk menentukan sikap, pilihan serta langkah perbuatan hingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri serta orang lain.
Jika capaiannya tidak memberi manfaat bagi orang banyak, perlu dievaluasi kembali sehingga harus berkenan bagi Tuhan, manusia dan alam serta makhluk lain dan seisinya. Sehingga makna Ketuhanan, nilai-nilai Kemanusiaan serta keramahan terhadap makhluk lain dan seisi jagat ciptaan Yang Maha Esa sebagai tuntunan segenap pemeluk agama yang ada di Indonesia mampu membangun tatanan hidup yang harmoni dengan tiga pihak seperti tersebut di atas, yakni terhadap Tuhan, Manusia dan Jagat Raya dan segala yang ada di alam raya ini.
Pada sisi yang lain, kata Eko Sriyanto ruh itu semula berada di luar, ketika berada di dalam ia merupakan ruh, dan saat keluar lagi dia disebut nyawa. Begitulah pemahaman Jawa yang tetap relevan untuk dipahami sampai hari ini, agar dapat mengarungi lautan luas spiritualitas yang tidak berbatas. Karena itu, Nabi mampu bermi’raj sampai ke langit ketujuh. Untuk mencapai langit ketujuh itu, dalam hitungan para ahli matematis harus ditempuh dalam waktu ribuan tahun dengan kecepatan setara cahaya. Sama halnya dengan Brahmana, Ksatria dan Kurawa itu bukan level atau kelas tingkatan, tetapi merupakan jenis pilihan, kata Eko Sriyanto Galgendu.
Jadi untuk membenahi tatanan kehidupan yang sudah rusak disegala bidang, tak lagi bisa diperbaiki secara sektor per sektor. Misalnya politik dan ekonomi maupun budaya, tetapi harus dilakukan secara menyeluruh dari ranah etika, moral dan akhlak yang perlu terus menerus harus disiram dan dipupuk oleh saripati keluhuran budi pekerti dan nilai-nilai luhur yang diajarkan dan dituntun oleh agama. Karena itu, satu agama tidak bisa memonopoli pihak agama yang lain. Apalagi cuma aliran Politik atau pun suatu sistem ekonomi serta budaya tertentu saja. Karena kandungan nilai spiritual itu universal sifatnya.
Maka itu olah pikir, olah raga dan olah rasa itu penting ditakar keseimbangannya. Sehingga untuk mengolah bahan mentah pun bisa menjadi budaya dan tradisi Bangsa yang dipelihara. Tujuan puncaknya adalah Bangsa Indonesia harus menyadari bahwa semangat ekspor bahan mentah itu, tak hanya hasil tambang, tapi juga hasil bumi lainnnya, adalah setara dengan harga diri bangsa. Sebab suatu kemenangan yang sesungguhnya dalam bentuk perang apapun, adalah memenangkan peradaban. Sebab perang simetris yang terjadi sekarang di Indonesia telah ditandai oleh kekalahan ekonomi yang telak, bahkan untuk politik pun yang terkadang dianggap lebih penting tidak setara dengan kekalahan telak dalam dimensi peradaban yang dahulu pernah dicapai oleh suku Bangsa Nusantara sekitar abad ke VII hingga abad ke XIV.
Ukuran dan takaran dari kemenangan peradaban, harus menjadi acuan dan patokan. Sehingga nilai-nilai spiritual yang adiluhung tidak tercabut dari akar budaya suku bangsa kita yang besar serta kuat dan padat muatan nilai-nilai keluhurannya.
Redaksi/Publizher : Andi Jumawi