INDONESIA EKSPRESS | KENDARI — Sejak tahun 1977 lahan seluas 3,4 HA di Kelurahan Rahandauna Kecamatan Poasia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) berada dibawa penguasaan La Ndoada dengan bukti sebuah SKT tahun 1977 dengan nomor 09/II/Desa/1977. Lahan tersebut dikuasainya serta ditanami sejumlah tanaman baik jangka panjang maupun jangka pendek, diserobot oleh pihak yang mengatasnamakan PT.Inti Sikta.
“Kejadian penyerobotan terjadi pada tahun 2021 lalu, dan itu saya ketahui atas keterangan dari pihak Kelurahan Rahandauna,”kata La Ndoada, Minggu 24 Juli 2022.
Menurutnya, kejadian ini menjadi tanda tanya baginya karena kok bisa menucul sertifikat diatas lahan yang selama ini ia kuasai, sedangkan ia tak pernah melakukan jual beli lahan tersebut ke pihak PT.Inti Sikta, karena itu ia mengatakan hal ini kuat dugaan ada permainan mafia tanah, ujarnya.
“Ini jelas ada mafia tanah dalam kasus penyerobotan ini, karena kenapa bisa ada surat HGB milik PT.Intisita dengan nomor 903-904 yang terbit diatas lahan milik saya,”tegasnya.
Atas kejadian tersebut, La Ndoada telah melaporkannya ke Kepolisian dan bahkan sampai ke Persidangan PTUN dan berdasarkan putusan PTUN Kendari sengketa lahan tersebut di nyataka Putusan Niet Ontvankelijke Verklaard atau yang seringkali disebut sebagai Putusan NO, cacat Formil.
“Yang serobot Bambang Suprianto dari Jakarta (PT.Intisita) itu salah titik koordinat, karena setelah dilihat di lapangan sangat berbeda dengan yang sebenarnya, sehingga dalam hal ini kami meminta pihak pemerintah yang terkait, ATR-BPNN Kota Kendari dan yang terkait lainnya untuk segera turun menindaklanjuti hal ini,”harap La Ndoada.
Kejadian terbaru yang sangat disayangkan adalah pada tanggal 3 Juli 2022 kemarin, Pengacara dari PT.Inti Sikta (Bambang) dan rekannya datang melakukan perusakan tanaman berupa tanaman jangka panjang dan jangka pendek.Sagu, Jambu mente, Rambutan, Mangga, Ubi, Pisang sekitar 50 rumpun.Tanpa ada pemberitahuan,beber La Ndoada.
Pada saat itu saya ada di Kelurahan Wuawua.Tapi tak bisa hadir karena hujan lebat.Menurut saya ini masuk dalam kategori Mafia tanah. Sekarang ini tengah berjalan proses hukum dan saya melapor tanggal 5 Juli 2022,ujarnya.
Kami berharap pihak BPN turun ke lapangan melakukan peninjauan dan menentukan batas sesuai surat dan lahan yang mereka klaim.Karena dalam surat itu tak sesuai di SHGB dengan surat yang mereka tunjukkan.
“Terkait surat yang mereka tunjukkan, kami anggap itu sertifikat dianggap bodong dan salah titik koordinat,terlebih lagi ada dua Serifikat HGB yang satu atas nama Teddy dan satu lagi atas nama Bambang Sutrisno.”terang La Ndoada.
Dikatakannya, lahan yang ia kuasai berdasarkan SKT No.09/II/Desa/1977 dengan ukuran lebar 175 m
Panjang 225 m selama ini ia olah dan tanami tanaman jangka pendek dan jangka panjang, sudah dirusak semua oleh pihak yang mengklaim miliknya, berdasarkan Surat HGB nomor 903-904 atas nama Bambang PT.Inti Sikta. Iapun sudah mengadukan hal ini ke Aparat Penegak Hukum bersama Kuasa Hukumnya Darpin,SH.Ia menjelaskan bahwa sejak diakuasai lahan tersebut, ia tak membuatkan sertifikat dengan alasan faktor ekonomi.”Saya kenapa tak mengurus SHM adalah karena saya mengalami faktor ekonomi,”jelas La Ndoada.
Terkait penyerobotan lahan telah diatur dalam KUHP diatur pada pasal 263 ayat 1 serta pasal 263 ayat 2 KUHP diatur sanksi bagi yang memalsukan surat atau membuat surat palsu yang membuat kerugian maka diancam pidana 6 tahun penjara.(TIM)
Redaksi/Publizher ; Andi Jumawi