MAKASSAR_INDEKS–Mega Proyek Pembangunan Bendungan Karelloe di Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan (Sul-Sel) dengan nilai Proyek Rp.1,226 triliun diduga terjadi Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) hal ini disampaikan oleh Ketua LSM GEMPAR Indonesia Sulawesi Selatan, Amiruddi,SH Kr.Tinggi,Sabtu (29/2/2020).
Menurutnya, Pembangunan Mega Proyek Bendungan Karelloe ini dalam pembebasan lahan milik Pemerintah Daerah (Pemda) Jeneponto terdapat pelanggaran yang mengakibatkan kerugian negara sedikitnya Rp.5 miliar dan diduga kuat melibatkan oknum pejabat sehingga hal ini ia laporkan ke penyidik Polda Sulsel dengan bukti laporan LSM Gempar Indonesia Sulawesi Selatan kepada Kapolda,Kapolri dan KPK No.035/KU-LSP3M-GEMPAR/XI/2019 bertanggal 28 November 2019 yang diterima di Polda Sulawesi Selatan tanggal 18 Desember 2019.
“Hari Senin akan datang akan kami pertanyakan perkembangan laporan kami tahun 2019 lalu dimana lahan pemda Jeneponto seluas 118,88 Ha yang dibebaskan untuk pembangunan mega proyek Bendungan Karelloe diduga kuat melibatkan oknum pejabat,”kata Amiruddin,SH Kr Tinggi.
Lanjut dia, terkait laporan dugaan adanya tindak pidana Korupsi dan rekayasa tanah oleh oknum pejabat (Tim Pengadaan Lahan Bendungan KARELOE). Laporan LSM Gempar Indonesia Sulawesi Selatan kepada Kapolda,Kapolri dan KPK No.035/KU-LSP3M-GEMPAR/XI/2019 bertanggal 28 November 2019 yang diterima di Polda Sulawesi Selatan tanggal 18 Desember 2019,dimana LSM Gempar Indonesia Sulawesi Selatan masih menunggu konfirmasi dari pihak Polda atas laporan tersebut,jelasnya.
Dikatakannya bahwa kasus oembebasan lahan Bendungan KARELOE diduga kuat merugikan Keuangan Negara dan Perekonomian Negara dan melanggar pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, hal ini diduga dilakukan oleh Tim Pengadaan Lahan,tim Pembebasan lahan Bendungan KARELOE yakni Kepala BPN Kabupaten Gowa,Balai Besar Wilayah Sungai POMPENGAN Jeneberang ( BBWSPJ), Mantan Camat Tompobulu,Mantan Camat Biringbulu, Direktur PT ARFAH Sanusi,termasuk Pemda Jeneponto karena hilangnya tanah milik Pemda Jeneponto seluas 118.88 Ha yang dibebaskan oleh PT ARFAH Sanusi pada tahun 2002-2003 dengan menggunakan dana Pemda Jeneponto sebanyak 5 milyar rupiah,ungkapnya.
Menurut Amiruddin,SH Kr Tinggi, bahwa kasus pembebasan lahan Bendungan KARELLOE diduga melibatkan orang penting (pejabat) berdasarkan bukti yang dimiliki LSM Gempar Indonesia Sulawesi Selatan sehingga susah disentuh oleh hukum,ujarnya.
“Maka hari Senin pekan depan ketua umum LSM Gempar Indonesia Sulawesi Selatan akan mempertanyakan sampai dimana penanganan kasus pembebasan lahan Bendungan KARELOE dan siapa yang menerima penjualan/pembebasan tanah milik Pemda Jeneponto yang luas nya 118,88 Ha yang berada dalam area Bendungan KARELOE,tegasnya.
Kr.Tinggi berharap agar penegak hukum dalam hal ini penyidik Polda Sulsel agar dapat memproses kasus ini yang diduga menjadi lahan empuk tim pengadaan lahan dan tim pembebasan lahan bendungan KARELOE yang juga diduga melibatkan orang penting dan sehingga cara melakukan Korupsi dinilai profesional terstruktur dan sistematis dan masif,ucapnya.
Amiruddin Kr Tinggi menilai bahwa penanganan kasus Korupsi di Polda Sulsel sangat lamban karena LSM Gempar Indonesia Sulawesi Selatan melaporkan kasus iniĀ pada hari Rabu tanggal 18 Desember 2019 lalu dan sampai saat ini pihak penyidik belum juga melakukan konfirmasi dengan pelapor sehingga dianggap tidak serius memberantas Korupsi di wilayah hukum Polda Sulsel,pungkasnya.
Laporan : Ismail Lilik DSN
Redaksi : Andi Jumawi