HUKUMKabupaten KonaweNasional

Pelanggaran PT ST Nickel Resources Kian Terang, Tim Terpadu Sultra Dinilai Tak Bertaji

249
×

Pelanggaran PT ST Nickel Resources Kian Terang, Tim Terpadu Sultra Dinilai Tak Bertaji

Sebarkan artikel ini
Listen to this article

KONAWE, INDEKS.co.id — Dugaan pelanggaran serius dalam aktivitas operasional PT ST Nickel Resources kian menyeruak ke permukaan. Perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Konawe ini disorot lantaran tetap melakukan kegiatan hauling (pengangkutan ore nikel) menuju jetty milik PT TAS, meski telah mendapat surat peringatan resmi dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Ironisnya, Tim Terpadu Penertiban dan Penegakan Hukum Pelanggaran Lalu Lintas Angkutan Jalan Provinsi Sultra, yang berada di bawah kendali Dinas Perhubungan Provinsi, dinilai tak bertaji menghadapi pelanggaran yang kian terang benderang tersebut.
Alih-alih menunjukkan ketegasan, pelanggaran di lapangan justru semakin marak dan terang-terangan.

Surat Peringatan Tak Digubris, Aktivitas Justru Kian Gencar

Surat peringatan bernomor 500-11-1/3582 yang ditandatangani langsung oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sultra, Asrun Lio, pada 8 Mei 2025, ternyata tak digubris. Padahal surat itu merupakan tindak lanjut atas rekomendasi Kementerian PUPR, melalui Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sultra, yang sebelumnya telah menyoroti pelanggaran di lapangan.

Dalam surat tersebut, PT ST Nickel Resources dinyatakan melanggar tiga dari empat belas poin dalam izin dispensasi penggunaan jalan nasional dengan ketentuan khusus. Pelanggaran itu berkaitan dengan tata cara dan batasan aktivitas pengangkutan ore nikel yang seharusnya dilakukan secara tertib dan terkontrol.

Namun, fakta di lapangan berbicara lain. Setelah surat peringatan diterbitkan, aktivitas hauling justru meningkat.
Sumber internal yang dipercaya menyebut, perusahaan kini mengoperasikan lebih dari 100 unit dump truck per hari, melampaui batas maksimal 50 unit yang diperbolehkan.

“Sejak surat keluar, ST Nickel tetap jalan. Tidak pernah berhenti. Bahkan sudah empat kapal keluar setelah itu,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya kepada tim media.

Truk-truk tersebut juga diduga memuat ore hingga 14 ton per ritase, melebihi batas maksimum 8 ton.

“Kalau ikut aturan 8 ton, kami rugi. Tidak dapat apa-apa,” ungkap salah seorang sopir dengan nada pasrah.

Tujuh Pelanggaran Berat di Depan Mata

Investigasi tim lapangan menemukan sedikitnya tujuh pelanggaran berat yang terus terjadi tanpa tindakan tegas dari Tim Terpadu.
Berikut temuannya:

1. Kelebihan muatan (overload) – Truk pengangkut membawa 12–17 ton ore per ritase, melebihi batas maksimal 8 ton.

2. Kelebihan armada (over dimension) – Jumlah truk beroperasi 80–130 unit per malam, padahal izin hanya untuk 50 unit.

3. Penggunaan BBM subsidi – Armada operasional diduga menggunakan BBM subsidi karena tidak tersedia tangki BBM industri.

4. Hauling oleh pihak tanpa IUJP – Perusahaan pihak ketiga yang melakukan hauling diduga tak memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan.

5. Tidak melalui jembatan timbang – Aktivitas angkutan tak terkontrol berpotensi merusak jalan umum dan membahayakan pengguna jalan.

6. Kendaraan tanpa identitas perusahaan – Melanggar ketentuan penandaan armada sesuai izin operasional.

7. Tidak ada fasilitas pencuci roda kendaraan – Mengakibatkan jalan kotor, licin, dan berisiko menimbulkan kecelakaan.

Selain itu, perusahaan juga diduga melanggar jalur angkutan resmi.
Berdasarkan izin dispensasi, kendaraan hauling seharusnya melintas melalui Abeli Dalam menuju Ranomeeto.
Namun, pantauan di lapangan menunjukkan sebagian armada justru melintasi Puwatu, Mandonga, hingga Jembatan Teluk Kendari, yang merupakan kawasan padat lalu lintas.

Minim Kontribusi, Padahal Gunakan Fasilitas Publik

Selain dinilai abai terhadap regulasi teknis, PT ST Nickel Resources juga disorot karena minim kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Plt Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Konawe, Febri Malaka, mengungkapkan bahwa pihaknya tidak pernah menerima laporan ataupun koordinasi dari perusahaan tersebut terkait penggunaan jalan kabupaten.

“Selama saya menjabat sebagai Plt Kadis, tidak pernah ada koordinasi dari pihak perusahaan mengenai aktivitas mereka di Kecamatan Amonggedo,” tegas Febri kepada wartawan di ruang kerjanya, baru-baru ini.

Kondisi ini dianggap sebagai salah satu penyebab kebocoran PAD, karena perusahaan menggunakan fasilitas umum tanpa izin resmi dan tanpa kontribusi terhadap kas daerah.

Publik Menagih Ketegasan Pemerintah

Berbagai temuan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen dan keberanian Tim Terpadu serta instansi terkait, seperti Dinas Perhubungan Provinsi Sultra, Dirlantas Polda Sultra, BPJN Kendari, dan Dinas SDA & Bina Marga Provinsi.

Publik kini menanti langkah nyata Pemerintah Provinsi Sultra dalam menegakkan aturan serta memastikan keadilan bagi masyarakat.
Sebab, jika pelanggaran seperti ini dibiarkan, kerusakan infrastruktur dan ancaman keselamatan di jalan raya akan terus menghantui.

Masyarakat berharap, penegakan hukum tidak hanya berhenti pada surat peringatan, tetapi berlanjut pada tindakan konkret dan sanksi tegas terhadap perusahaan yang terbukti melanggar.

“Hukum harus tegak tanpa pandang bulu. Jangan sampai ada kesan pembiaran yang mencederai rasa keadilan masyarakat,” tegas salah satu aktivis lingkungan Sultra yang ikut memantau kasus ini.

(Tim Redaksi INDEKS.co.id)
Editor: Andi Jumawi

BACA JUGA  Dugaan Adanya TPPO, TNI AL Amankan Wilayah Laut Yurisdiksi Nasional Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DILARANG MENCOPY/PLAGIAT DAPAT DI PIDANA

error: Content is protected !!