Minggu 24 Agustus 2025
SOPPENG, INDEKS.co.id — Deretan ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart kian menjamur di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kehadiran mereka memang menghadirkan kenyamanan belanja bagi masyarakat, namun di balik gemerlap lampu toko, terselip persoalan serius: matinya pasar tradisional dan tertekannya UMKM lokal.

Dari sisi positif, pasar modern tak bisa dipungkiri menyerap tenaga kerja, menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta menawarkan fasilitas belanja yang lengkap dan nyaman. Daya beli masyarakat pun terdorong karena promo dan ketersediaan barang yang stabil.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan sisi kelam yang tak kalah besar. Pedagang kecil kehilangan pelanggan, omzet anjlok, dan sebagian UMKM terpaksa gulung tikar. Konsumen pun kian bergeser ke toko modern, meninggalkan pasar tradisional yang dulu menjadi denyut ekonomi lokal.Lebih parahnya, keuntungan besar dari pasar modern umumnya mengalir ke pusat perusahaan, bukan berputar di Soppeng. Akibatnya, ekonomi lokal justru melemah.
Dalam hal ini masyarakat mempertanyakan tanggung jawab mereka berupa CSR, atau Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan), Wajib, Tapi Dimana Realisasinya?
Kondisi ini memunculkan pertanyaan tajam: sejauh mana tanggung jawab sosial perusahaan ritel modern kepada masyarakat Soppeng?
Sesuai UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta PP No. 47 Tahun 2012, setiap perusahaan, termasuk sektor ritel, diwajibkan melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). CSR seharusnya menjadi jembatan kontribusi ritel modern bagi masyarakat yang terdampak, baik dalam bentuk pemberdayaan UMKM, beasiswa, hingga dukungan infrastruktur sosial.

Tanpa realisasi nyata CSR, kehadiran pasar modern justru meninggalkan luka sosial: pedagang kecil tumbang, ekonomi lokal kian terpuruk, dan ketergantungan masyarakat pada ritel besar semakin dalam.
Persoalan ini tentunya harus menjadi perhatian serius dari Pemerintah Daerah serta harus tegas dalam menangani persoalan tersebut karena diduga kuat adanya tanggung jawab mereka yang masih terabaikan.
Pemerintah Kabupaten Soppeng dalam hal ini tentunya dapat menambah peningkatan PAD, tetapi harus juga memastikan para pelaku ritel modern menjalankan kewajiban CSR secara konsisten. Transparansi program CSR harus jelas: berapa besar anggaran, ke mana dialokasikan, dan apa dampaknya bagi masyarakat.
Jika tidak, keberadaan pasar modern akan terus menjadi “predator ekonomi” yang mematikan pasar tradisional. Alih-alih membawa kesejahteraan, ritel modern justru bisa meninggalkan ketimpangan sosial yang tajam di Soppeng.

Pertanyaannya kini: sampai kapan hal ini akan terjadi, pemerintah tentunya harus lebih meningkatkan pengawasan ekstra ketat dan masyarakat serta penggiat sosial harus turut andil membantu pemerintah dalam sisi pengawasannya.
Penulis : Andi Jumawi Pemimpin Redaksi
















