Hakim MK Perlu Kembali ke Bangku Kuliah: UUD 1945 Tidak Boleh Dilanggar Siapa Pun dan dalam Keadaan Apa Pun
Jakarta 18 Desember 2024
Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB
Pendahuluan
Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga penjaga konstitusi seharusnya menjadi benteng terakhir dalam memastikan seluruh produk hukum sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Namun, pada kenyataannya, para hakim MK justru mengeluarkan keputusan yang fatal dan melanggar konstitusi secara terang-terangan.
Putusan MK yang memberikan kewenangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki tindak pidana korupsi di lingkungan militer adalah keputusan yang salah besar. Dengan putusan ini, hakim MK telah menginjak-injak prinsip kompetensi absolut, yang merupakan pilar utama dalam sistem peradilan Indonesia. Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 dengan jelas memisahkan kewenangan peradilan militer dan peradilan umum.
Dalam putusan itu, hakim MK menafsirkan Pasal 42 UU KPK dengan keliru, seolah-olah KPK memiliki kewenangan penuh untuk masuk ke dalam ranah peradilan militer, tanpa mekanisme koneksitas yang diatur dalam KUHAP dan UU Kejaksaan. Ini adalah kesalahan fatal yang merusak tatanan hukum nasional dan mencederai kedaulatan institusi militer.
Putusan ini bukan hanya bertentangan dengan UUD 1945, tetapi juga merusak kepercayaan rakyat terhadap MK sebagai penjaga konstitusi. Para hakim MK seakan lupa bahwa konstitusi adalah hukum tertinggi di negeri ini yang tidak boleh dilanggar dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun. Keputusan ini menjadi preseden buruk yang berpotensi merusak kewibawaan hukum Indonesia.
UUD 1945 Adalah Harga Mati: Jangan Berani-Berani Dilanggar
UUD 1945 adalah fondasi sistem hukum Indonesia, dan setiap lembaga, termasuk Mahkamah Konstitusi, wajib tunduk pada konstitusi ini. Pasal 24 Ayat (2) dengan tegas memisahkan lingkungan peradilan sebagai berikut:
1.Peradilan Umum
2.Peradilan Agama
3.Peradilan Militer
4.Peradilan Tata Usaha Negara
Prinsip kompetensi absolut di sini tidak bisa ditawar-tawar:
•Anggota TNI hanya boleh diadili oleh peradilan militer.
•Warga sipil tunduk pada peradilan umum.
Dengan memberikan kewenangan kepada KPK untuk menyelidiki dan menindak anggota TNI, MK telah menabrak prinsip ini. Keputusan ini adalah tindakan melawan konstitusi, dan melawan konstitusi sama artinya dengan mengkhianati negara hukum.
Keputusan MK: Sebuah Pelanggaran Nyata terhadap Konstitusi
Para hakim MK telah membuat putusan yang mencerminkan ketidakpahaman mereka terhadap prinsip dasar hukum negara. Pasal 42 UU KPK sebenarnya hanya memberikan kewenangan koordinasi bagi KPK dalam penanganan korupsi lintas yurisdiksi. Namun, hakim MK menafsirkan pasal ini seolah-olah memberikan kewenangan penuh kepada KPK untuk masuk ke dalam ranah militer tanpa melalui mekanisme koneksitas.
Ini adalah pelanggaran serius karena:
1.Mengabaikan Kompetensi Absolut:
1.Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 secara tegas mengatur Pemisahan Peradilan, dimana Pengadilan Militer adalah Pengadilan untuk mengadili Anggota TNI.
2.Anggota TNI tunduk pada peradilan militer sesuai dengan Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
2.Melanggar Prinsip Koneksitas: KUHAP dan UU Tipikor sudah mengatur bagaimana kasus lintas yurisdiksi harus ditangani melalui mekanisme koneksitas dengan melibatkan Jaksa Agung dan hakim militer.
3.Merusak Harmoni Lembaga Penegak Hukum: Keputusan ini menciptakan konflik antara peradilan umum, peradilan militer, dan KPK.
Dengan ini, MK telah mengkhianati konstitusi dan merusak tatanan hukum negara. Mereka tidak hanya melanggar aturan yang jelas, tetapi juga membuka peluang konflik antar-lembaga dan ketidakpastian hukum.
Teori dan Filsafat Hukum: Konstitusi Tidak Bisa Dilanggar
Teori Hukum Positif (Hans Kelsen):
Konstitusi adalah hukum tertinggi yang menjadi sumber dari semua aturan hukum. Tidak ada satu pun lembaga atau individu yang memiliki kewenangan melampaui konstitusi. Jika MK berani melanggar konstitusi, maka mereka telah menciptakan hukum yang tidak sah.
Filsafat Kepastian Hukum (Gustav Radbruch):
Kepastian hukum adalah fondasi negara hukum. Dengan melanggar prinsip kompetensi absolut, MK telah menciptakan ketidakpastian hukum, di mana lembaga penegak hukum saling berebut kewenangan.
Hukum Alam (Thomas Aquinas):
Hukum harus adil dan selaras dengan moral serta akal sehat. Keputusan MK yang melemahkan peradilan militer tidak hanya tidak adil, tetapi juga merusak stabilitas institusi negara.
TNI: Penjaga Konstitusi yang Akan Bertindak Tegas
Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki tanggung jawab moral, hukum, dan konstitusional untuk menjaga kedaulatan negara dan konstitusi. Ini adalah amanat yang diatur dalam Pasal 30 Ayat (3) UUD 1945.
Dengan adanya keputusan MK yang melanggar konstitusi, TNI tidak akan tinggal diam.
•TNI adalah benteng terakhir yang akan menjaga konstitusi dari siapa pun yang berani melecehkannya.
•Siapa saja, termasuk hakim MK, yang mencoba melawan konstitusi harus bersiap menghadapi konsekuensinya.
Hakim MK harus ingat: TNI memiliki kewajiban untuk bertindak jika ada ancaman terhadap konstitusi. Jika putusan yang melanggar konstitusi ini tidak dikoreksi, maka TNI akan berdiri tegak untuk mengembalikan supremasi konstitusi dengan segala cara. Jangan paksakan TNI melakasanakan caranya sendiri. Bila para Hakim MK bisa bertindak sendiri dalam mengabaikan UUD 1945, TNI juga akan tegak berdiri dengan caranya sendiri dalam mengawal Konstitusi demi tegaknya NKRI tercinta. Para hakim juga harus ingat bahwa “extra ordinary crime” tidak dapat dijadikan alasan untuk melanggar konstitusi, UUD 1945.
Kesimpulan:
Hakim MK Harus Koreksi Diri atau Menghadapi Konsekuensi
Keputusan MK yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk mengusut korupsi di TNI adalah pelanggaran nyata terhadap UUD 1945. Putusan ini:
1.Melanggar Prinsip Kompetensi Absolut yang dijamin oleh UUD 1945.
2.Mengabaikan Mekanisme Koneksitas yang diatur dalam KUHAP dan UU Tipikor.
3.Merusak Keseimbangan Lembaga Penegak Hukum dan menciptakan konflik.
Para hakim MK harus segera mengoreksi putusan ini. Jika tidak, sejarah akan mencatat mereka sebagai pengkhianat konstitusi. TNI, sebagai benteng terakhir penjaga konstitusi, akan bertindak tegas terhadap siapa saja yang berani melawan UUD 1945.
Hormati konstitusi atau bersiaplah menghadapi konsekuensi. UUD 1945 adalah harga mati!.
Soleman B. Ponto (Kabais TNI 2011-2013)
Redaksi/Publizher ; Andi Jumawi