MOROWALI, INDEKS.CO.ID — Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di wilayah pengembangan Transmigrasi atau lokasi permukiman transmigrasi.
Salah satu wilayah yang menjadi sasaran program transmigrasi adalah Kabupaten Morowali, yang dulunya masih masuk dalam
area Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Ada sejumlah titik yang dijadikan lokasi transmigrasi, namun ada 1 titik yang kini menjadi permasalahan di Kabupaten Morowali, khususnya Kecamatan Bahodopi,tepatnya di Desa Bahomakmur, seperti yang dikeluhkan oleh seorang warga yang enggan disebut namanya.
Menurut data yang diperoleh awak media indeks.co.id bahwa penempatan warga transmigrasi Bahodopi II pada tahun 1993/1994 ditempatkan di dua lokasi yaitu :
Pertama, lokasi transmigrasi Bahodopi l berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Kepala Daerah Nomor : 210/475.1/XII/1984 tanggal 24 Desember 1984, seluas 4.000
Hektar, sebanyak 54 Kepala Keluarga, dengan rincian lahan pekarangan, berada di pencadangan transmigrasi Bahodopi I dan Lahan Usaha I Dan Lahan Usaha II berada di
areal pencadangan transmigrasi Bahodopi II.
Kedua, lokasi transmigrasi Bahodopi I berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Kepala Daerah Nomor : 210/475.1/XII/1984 tanggal 24 Desember 1984, seluas 1500 Hektar sebanyak 56 KK, dimana lahan pekarangan,lahan usaha I dan lahan usaha II berada di
areal pencadangan transmigrasi Bahodopi l dan Bahodopi II.
Status lahan transmigrasi Bahodopi II sesuai surat dari Pemerintah Kabupaten Morowali
Nomor : 595/080/TND/11/2020 menerangkan bahwa, Bahodopi I menjadi desa definitif yaitu Desa Bahomakmur, maka wilayah Bahomakmur secara administrasi mencakupa areal pencadangan Transmigrasi I dan Transmigrasi II.
Hal diatas hingga kini terus menjadi polemik, karena dimana lahan warga transmigrasi tersebut belum memiliki kejelasan berupa Sertifikat sedangkan menurut sumber, warga sudah melakukan berbagai upaya untuk memperjelas status lahan yang mereka terima dari Pemerintah Republik Indonesia melalui Program Transmigrasi itu.
“Kami sudah melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan kejelasan atas lahan yang kami terima dari Pemerintah RI sejak tahun 1993 sebagai warga Transmigrasi,”ucap sumber X, Senin 20 Februari 2023.
Menurutnya, upaya yang mereka lakukan bahkan mendapatkan respon dari pemerintah Kabupaten dan DPRD Kabupaten Morowali, namun sayangnya hingga hari ini tak satupun terealisasikan sehingga kuatir di kemudian hari terjadi konflik agraria di wilayah Transmigrasi ini, dimana banyaknya oknum yang mengklaim lahan warga transmigrasi ini, ujarnya.(Tim)
Redaksi/Publizher : Andi Jumawi