Jakarta | indeks.co.id — Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong kebijakan harga sebagai insentif sekaligus perlindungan terhadap petani dan konsumen. Sebagai pelaku utama pertanian, peran petani sangat besar dalam menjaga ketahanan pangan dan upaya mewujudkan swasembada, sehingga kesejahteraan petani harus menjadi perhatian khusus berbagai pihak, terutama pemerintah selaku regulator.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi mengutarakan perlidungan kepada petani dan konsumen harus diciptakan kombinasi keseimbangan harga antara konsumen dan petani. Kebijakan yang dibuat harus mampu memberikan insentif bagi petani agar dapat berproduksi, sekaligus membuat konsumen dapat mengakses pangan dengan harga wajar.
“Penerapkan HPP (Harga Pembelian Pemerintah,- red ) membantu petani memperoleh harga jual yang wajar, sedangkan HET (Harga Eceran Tertinggi,- red) membantu konsumen membeli dengan harga yang wajar. Kebijakan ini dapat berjalan efektif jika dilakukan serap gabah di lapangan saat panen raya,”demikian dikatakan Suwandi dalam Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani dengan tema “Kebijakan Harga Sebagai Insentif dan Perlindungan Petani dan Konsumen” yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan bekerjasama dengan Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), kemarin Kamis (16/6/2022).
Suwandi menjelaskan Kementan fokus pada sisi hulu, dengan meningkatkan produktivitas dan menciptakan efesiensi biaya usaha pertanian. Jika dibandingkan dengan negara lain, upah tenaga kerja dan sewa lahan di Indonesia lebih tinggi, yang mengakibatkan tingginya biaya usaha tani.
“Efisiensi dapat dilakukan dengan penggunaan pupuk yang lebih baik, memilih varietas benih berkualitas dengan rasa yang disukai konsumen, mekanisasi, memperkuat kekuatan modal, serta membentuk kelembagaan,” tutupnya
Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik, BULOG, Mokhamad Suyamto menjelaskan saat ini Perum BULOG memiliki 3 pilar utama dalam menjalankan peran dalam menjaga ketahanan pangan. Pilar Ketersedian diwujudkan dengan melaksanakan pembelian komoditas pangan dengan HPP dan komersial. Pilar Kedua, yakni Pilar Keterjangkauan yakni pemerataan stok pangan nasional, penyaluran bansos dan operasi pasar, serta penyediaan pangan melalui e-commerce. Pilar ketiga adalah Stabilitas yaitu menjaga stabilitas harga pangan di tingkat petani dan konsumen melalui mekanisme PSO (public Service Obligation) atau pengadaan pemerintah dan komersial.
“Dalam rangka pengelolaan stok, BULOG telah menyusun beberapa strategi, diantaranya pengadaan Gabah atau Beras sesuai kebutuhan penyaluran dengan menjaga stok cadangan beras pemerintah 1 hingga 1,5 juta ton, pengadaan dengan pola PJPB dan Sigapmen, Optimalisasi KPSH, pemerataan stok sesuai kebutuhan serta implementasi ERP,” jelasnya.
Koordinator Bidang Harga Pangan, Badan Pangan Nasional, Rachmi Widiriani, mengatakan kebijakan terkait HPP gabah/beras merupakan harga pembelian gabah atau beras oleh pemerintah di tingkat produsen untuk menjadi cadangan pangan Pemerintah, berupa cadangan beras pemerintah dan keperluan untuk golongan tertentu. Sedangkan Rafaksi harga gabah atau beras adalah pemotongan atau pengurangan terhadap harga gabah atau beras yang dijual ke BULOG karena mutunya lebih rendah daripada standar atau karena mengalami kerusakan dalam pengirimannya.
“Berdasarkan data harga rat-rata nasional tingkat produsen per 15 Juni 2022, harga rata-rata beras medium di tingkat penggilingan sebesar Rp.8.810 perkilogram, sedangkan untuk beras premium seharga Rp.9.980. Sementara itu, harga gabah kering panen di tingkat nasional sebesar Rp.4.300, ” terangnya.
Hadir juga dalam webinar ini Ketua Pengurus Pusat PERHEPI sekaligus Dosen Fakultas Pertanian UGM, Jamhari. Ia memaparkan peran sektor pertanian Indonesia meliputi penyedia bahan pangan dan bahan baku industri, penyumbang PDB, penghasil devisa negara, penyerap tenaga kerja, sumber utama pendapatan rumah tangga perdesaan dan penyedia bahan pakan dan bioenergi.
Menurutnya, kesejahteraan petani dapat tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan salah satu alat ukur kesejahteraan petani. Perhitungan NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani.
“Nilai tukar petani menggambarkan tingkat daya tukar atau daya beli petani terhadap produk yang dibeli atau dibayar petani yang mencakup konsumsi dan input produksi yang dibeli. Semakin tinggi NTP , semakin baik daya beli petani terhadap produk konsumsi dan input produksi tersebut, dan berarti secara relatif lebih sejahtera,” terangnya.(Syam).
Redaksi/Publizher Andi Jumawi