Soppeng _ indeks.co.id — Lahan tempat berdirinya SDN 191 PenriE Kecamatan Liliriaja Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), hingga kini belum jelas penyelesaiannya,pihak Dinas Perumahan Kawasan dan Permukiman (PERKIM) Kabupaten Soppeng serahkan hal ini ke Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Soppeng. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Perkim Soppeng, H.A.M Irvan Via WhattShapp, Jum’at 11 Februari 2022.
Berikut penjelasannya :
Merespon pemberitaan di medsos ( grup BKS Facebook tgl. 5 Februari 2022 )tentang kasus tanah SD 191 PenriE Desa Barang Kec, Liliriaja serta usulan untuk kembali mengadakan Mediasi , maka Tim Pertanahan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman mengadakan kordinasi dan penelusuran kepada Tim Lintas SKPD Penanganan Konflik Pertanahan Kabupaten serta Sekertaris Daerah. Beberapa point hasil pertemuan adalah sebaagai berikut ;
Kasus tanah SD PenriE mulai bergulir sejak tahun 2002 dengan masuknya surat dari Baso bin Barhaeni tanggal 14 Maret 2002 perihal Permohonan ganti rugi atas tanah yang ditempati Bangunan SD 191 PenriE Desa Barang Kec. Liliriaja . Pemerintah Daerah kemudian merespon dengan melakukan pembahasan kasusnya bersama pihak-pihak terkait dan meneliti dokumen-dokumen yang ada. Pada akhirnya melahirkan kesimpulan sebagai berikut :
Tanah yang dituntut ganti rugi oleh sdr Baso bin Barhaeni itu adalah milik La Use Bin Lausa ( berdasarkan Surat Rincik Tanah ) dan telah diserahkan kepada pemerintah daerah ( berdasarkan Surat Pernyataan H. M. Tahir Lause dan H. Jodding Lause selaku Ahli Waris La Use Bin Lausa )
Tanah tersebut pernah dikelola oleh sdr Barhaeni bin Mangkana (di pinjamkan oleh pemilik untuk di kelola ) berdasarkan keterangan saudara Abdul Karim (Kepala Dusun Pacongkang).
Tanah tersebut kemudian di klaim oleh pihak Baso bin Barhaeni ahli waris Barhaeni bin Mangkana sebagai miliknya dan meminta ganti rugi kepada pihak Pemerintah Daerah. Karena ada klaim ganda terhadap obyek tanahnya, maka perlu ada penetapan oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap untuk menguatkan klaim itu dan menggugurkan klaim penguasaan sebelumnya. Hasil putusan Pengadilan tersebut itu kemudian yang akan ditindak lanjuti oleh Pemerintah Daerah, bilamana putusannya mengabulkan gugatan dari pihak Baso Bin Barhaeni maka Pemerintah Daerah berdasarkan putusan Pengadilan tersebut akan melakukan proses ganti rugi atas tanah tersebut dan sekaligus menjadi tindak lanjut dari surat saudara Baso Bin Barhaeni kepada Bapak Bupati Soppeng.
Jalur mediasi melalui Pemerintah Daerah sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dilakukan dengan pertimbangan bahwa permasalahan ini sudah lama dan sampai saat ini tidak ada penyelesaian, maka untuk penyelesaian selanjutnya adalah melalui proses peradilan yang dapat memberikan putusan yang berkekuatan hukum tetap untuk dapat dipatuhi dan diikuti secara bersama.
Surat kedua dari sdr Baso bin Barhaeni tertanggal 1 Juni 2011 perihal ganti rugi tanah tidak dapat ditindak lanjuti oleh Pemerintah Daerah sebelum ada Penetapan Pengadilan yang mengesahkan klaim hak penguasaan Baso bin Barhaeni serta mencabut hak penguasaan La Use Bin Lausa yang telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah atas tanah bangunan SD 191 PenriE. Dan sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka Pemerintah Daerah masih menganggap Hak Penguasaan La Use Bin Lausa yang telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah atas tanah tesebut adalah Sah berdasarkan dokumen yang ada.
Tim Fasilitasi Penyelesaian Kasus Pertanahan Kabupaten dibawah arahan Sekertaris Daerah menilai solusi mediasi sudah tidak relevan lagi untuk dilakukan dan mengarahkan penyelesaian kasus tersebut keproses pengadilan. Mediasi sudah tidak mampu menghasilkan solusi final untuk mendapatkan kesepakatan bersama.
Pemerintah Daerah dalam hal ini sebagai pihak yang menguasai tanah tersebut berdasarkan hibah dari saudara Lause Bin Lausa, mengharapkan agar pihak dari saudara Baso Bin Barhaeni yg menggugat penguasaan atas tanah SD PenriE untuk memasukkan gugatan ke Pengadilan.
Karena kasus ini sudah diarahkan ke pengadilan maka proses penyelesaian kasus selanjutnya sudah berada diluar kewenangan mediasi Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman dan selanjutnya diambil alih oleh Bagian Hukum Sekertariat Daerah.
Merunut apa yang di sampaikan oleh Kepala Dinas Perkim Soppeng diatas, pihak BASO Bin Barhaeni menampik jika dirinya pernah melakukan Mediasi dan bahkan dirinya (BASO) mengatakan jika dirinya tak pernah dipertemukan dengan H.Tahir untuk saling menunjukkan bukti kekuatan hukum atau surat bukti sebagai penguasa lahan SDN 191 Penrie, selain hanya di buatkan Surat panggilan oleh Kepala Desa Barang (Fajar) tahun 2001 namun dirinya tak diberikan pertanyaan ataupun diminta untuk memberikan penjelasan terkait apa yang ia tuntut itu.
Dalam hal ini, tentunya, pihak Pemerintah Soppeng diminta untuk lebih jeli lagi dalam menanggapi keluhan masyarakatnya, terlebih lagi dalam hal sengketa lahan yang sudah berjalan puluhan tahun.
Saksi mata yang masih hidup sampai saat ini semestinya di hadirkan, Firman yang saat itu tahun 1976 bertemu dengan Barhaeni dan Kepala Desa Jampu (Mulyono) waktu itu, sekarang Desa Barang meminta kepada Barhaeni Bin Mangkana untuk memindahkan rumahnya dan akan diberikan pengganti karena akan di bangun SDN 191 PenriE. Semestinya mereka di hadirkan untuk mengungkapkan apa yang mereka lihat dan ketahui.
Tetapi sampai tahun 1986 tak kunjung diberikan pengganti sehingga terjadi lagi kesepakatan akan dibayar oleh pihak Pemerintah waktu itu Desa Jampu sebesar Rp.60.000.000,- tetapi sampai sekarang 2022 tak kunjung selesai sampai pada akhirnya muncul surat Pernyataan Hibah yang didalamnya La Use sebagai pemberi hiba atas tanah tersebut yang ditanda tangani oleh H.Tahir anak dari Almarhum La Use.
Yang menjadi pertanyaan, adalah, Jika benar tanah itu telah dihibahkan oleh La Use kenapa tak juga ada bukti hibah yang benar-benar ditanda tangani oleh La Use. Tetapi yang ada hanya surat pernyataan yang dibuat oleh H.Tahir putera dari La Use setelah La Use meninggal dunia.
Bahkan ada surat rincik yang muncul, sedangkan SPPT terus dibayar oleh BASO bahkan dari KP.PBB Bone 18 Desember 2003 yang tercap dan ditanda tangani oleh Drs.Santoso Mahdi selaku Kasi Pedanil KP.PBB Bone.
Dan selain itu, ada juga pernyataan dari KP.PBB Bone bahwa sejak tahun 1979 sampai tahun 2013 tanah seluas 5.500.m2 tetap atas nama Barhaeni Bin Mangkana dan tidak pernah dilakukan mutasi atau balik nama.
Dalam kasus ini, terjadi kejanggalan, karena sampai tanggal 30 September 2021 Baso Bin Barhaeni tetap melakukan kewajibannya sebagai Wajib Pajak akan tetapi setelah di telusuri ternyata ada surat lain yang muncul yang mengatakan bahwa lokasi tersebut yang saat ini telah menjadi tempat berdirinya SDN 191 PenriE telah dihibahkan ke Pemerintah Soppeng oleh Alm La Use yang diperkuat dengan surat pernyataan anaknya atas nama H.Tahir tanggal 08 Oktober 2013.
Nah dalam kasus ini, sudah semestinya Pemerintah dudukkan bersama untuk masing-masing pengklaim agar masing-masing menunjukkan bukti dan para saksi mereka dalam kepemilikan atau penguasaan atas lahan tersebut. Karena pihak H.Tahir telah mengklaim telah menghibahkan lokasi tersebut dengan bukti surat pernyataan hibah, dan rincik, sementara Baso Bin Barhaeni mengklaim dengan kekuatan surat SPPT, serta saksi hidup yang meminta orang tuanya untuk mengangkat rumahnya karena lokasi tersebut akan dibangunkan sekolah SDN 191 PenriE dan akan digantikan.
Meskipun dalam hal kepemilikan SPPT bukan sebagai bukti kuat akan tetapi, SPPT adalah suatu alat bukti bahwa tanah atau lahan tersebut dalam pemanfaatan Baso atau penguasaan Baso. Yang terjadi terbalik, BASO Bayar Pajak, tetapi La Use yang Hibahkan dan SDN 191 PenriE yang gunakan lahan tersebut.
Siapakah yang semestinya menjadi penguasa lahan ini, kemana uang Pajak yang dibayar Baso sejak tahun 70 an baik berbentuk Iuran Pendapatan Daerah (IPEDA) sampai pada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) 30 September 2021.
Apakah BASO ini hanya membayar Pajak tanah siluman alias tanah yang melayang di udara ataukah benar lahan itu adalah Lokasi SDN 191 PenriE yang saat ini telah di klaim telah dihibahkan oleh Alm La Use ke Pemda Soppeng dengan bukti Rincik dan Surat Pernyataan Hibah yang saat diminta untuk ditunjukkan pihak Perkim ogah menunjukkannya dengan Dalih Rahasia.
Semoga saja Pemerintah Soppeng bisa dengan secepatnya bisa menuntaskan sejumlah kasus lahan yang notabene di asetkan tetapi berhadapan dengan sejumlah klaim dan masalah di masyarakat.
PENULIS : ANDI JUMAWI PIMPINAN REDAKSI