JAKARTA (16/12) – indeks.co.id — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah gencar membangun Harvest Strategy yang mengembangkan sistem pengelolaan perikanan tuna sesuai dengan kondisi di Indonesia atau berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), sebagai perwujudan program prioritas yang tengah digaungkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.
Dalam pengembangan Harvest Strategy perikanan tuna di Indonesia dipandang perlu untuk mempertimbangkan indikator sosial dan ekonomi. Guna menyusun indikator sosek perikanan tuna sebagai bahan pada pembangunan Harvest Strategy perikanan tuna Indonesia, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) melalui Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP) menyelenggarakan Webinar ‘Perikanan Tuna dalam Perspektif Sosial Ekonomi’, pada 15 Desember 2021. Ini menjadi salah satu rangkaian kegiatan dalam penyelenggaraan Pekan Webinar Hari Nusantara 2021.
Dalam arahannya, Plt. Kepala BRSDM, Kusdiantoro, menerangkan bahwa tuna merupakan kelompok ikan dengan highly migratory fish stock yang praktik pengelolaannya harus berdasarkan resolusi Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs), sehingga tindakan pengelolaannya dilakukan dengan penerapan Harvest Strategy.
Di samping itu, tuna merupakan salah satu komoditas perikanan andalan Indonesia dengan nilai ekspor pada tahun 2020 mencapai US$ 724 Juta dengan market share sebesar 5,33% dan menduduki peringkat ke-enam eksportir tuna dunia setelah Thailand, Tiongkok, Spanyol, Ekuador dan Taiwan.
“Tuna, Cakalang, dan Tongkol (TCT) berada di posisi kedua komoditas ekspor perikanan unggulan Indonesia setelah Udang, dengan volume ekspor mencapai 195,76 ribu ton pada tahun 2020 atau naik 6,32 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai 184,13 ribu ton. Kontribusi komoditas tersebut sebesar 15,5 persen dari total volume ekspor hasil perikanan Indonesia,” papar Kusdiantoro.
Tentunya pengembangan Harvest Strategy perikanan tuna di Indonesia, lanjut Kusdiantoro, perlu untuk mempertimbangkan indikator sosial dan ekonomi mengingat berbagai aspek penting dari mata pencaharian atau usaha perikanan tangkap tuna sangat tergantung pada faktor sosial serta lingkungan. Sehingga dibutuhkan pendekatan spesifik dengan memasukkan indikator dan dampak sosial ekonomi dari tindakan pengelolaan perikanan tuna sehingga rancangan pengelolaan menjadi lebih sesuai dan dapat diterima oleh para pelaku usaha.
“Saat ini BRSDM melalui BBRSEKP tengah melaksanakan kegiatan penelitian yang membutuhkan sintesis dari berbagai studi ke dalam kerangka yang lebih luas, sehingga monitoring dan evaluasi sosial ekonomi perikanan tuna di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan cara yang sistematis dan diintegrasikan ke dalam sistem pemantauan dan evaluasi pengelolaan perikanan tuna nasional,” ucapnya.
Dengan adanya indikator aspek sosial ekonomi, Kusdiantoro pun berharap dapat digunakan sebagai referensi penting bagi Indonesia dalam negosiasi kuota penangkapan ikan tuna dalam forum perundingan RFMO, di antaranya Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), the Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT), Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) nantinya.
“Melalui webinar ini kami berharap mendapat masukan serta sharing knowledge dan wawasan sosial ekonomi perikanan tuna dari seluruh perguruan tinggi pengampu perikanan tuna di Indonesia sehingga dapat saling mengisi dalam penyusunan indikator sosial ekonomi perikanan tuna ini sebagai bahan masukan pada pembangunan Harvest Strategy perikanan tuna Indonesia,” tandasnya.
Webinar Perikanan Tuna dalam Perspektif Sosial Ekonomi menghadirkan beragam pakar dari perguruan tinggi di Indonesia, yakni Dr. Selvy Tebay, FPIK, Universitas Papua, (Kajian/Kondisi Sosek Perikanan Tuna di Perairan Papua); Irdam Riani, M.Si, Universitas Halu Oleo (Kondisi Sosek Perikanan Tuna di Sulawesi Tenggara atau WPP 714/716); Prof. Dr. Mukti Zainuddin, FPIK Universitas Hassanudin, (Kondisi Sosek Perikanan Tuna di di Sulawesi Selatan atau WPP 713).
Narasumber lainnya yakni Djuwita Rosthati Ruth Aling, Univeritas Samratulangi (Kajian/Kondisi Sosek Perikanan Tuna di Sulawesi atau WPP 716); Dr. Luky Adrianto, IPB University (Kajian/Kondisi Sosek Perikanan Tuna di Jawa Barat atau WPP 712); Haekal Azief Haridhi, M.Sc, Universitas Syiah Kuala (Kajian/Kondisi Sosek Perikanan Tuna di Aceh atau WPP 571/572; Dr. Abdul Kohar Muzakhir, Universitas Diponegoro (Kondisi Sosek Perikanan Tuna di Jawa Tengah atau WPP 572); dan Dr. Rizky Agung L, Universitas Brawijaya (Kondisi Sosek Perikanan Tuna di Jawa Timur atau WPP 573).
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dalam berbagai kesempatan menyampaikan atensinya pada upaya peningkatan kesejahteraan nelayan. Dalam mengelola perikanan tuna, pihaknya pun menilai perlu memperhatikan keseimbangan aspek ekologi, sosial dan ekonomi dalam upaya pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Sumber : HUMAS BRSDM
Redaksi : Andi Jumawi