Semarang__Jateng
www.indeks.co.id
Senin 15 Maret 2021
Ibarat macan kertas yang garang di tulisan tapi mlempem dalam pelaksanaannya.
Dinas Tenaga Kerja tidak bisa berbuat apa apa.
Kasus pemutusan kerja sepihak PT. Pantja Tunggal terhadap karyawannya terkesan melawan hukum, pihak Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang hanya bisa mengatakan bahwa sebagaiĀ mediator Disnaker akan selalu bertindak adil.
Karena Sesuai Undang undang No 13 Tahun 2013 pasal 151, sebelum melakukan PHK perusahaan harusnya merundingkan dengan karyawan dahulu, tetapi dalam kenyataannya pihak perusahaan tidak menggubris aturan yang sudah di buat pemetintah.
“Pihak perusahaan sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja seharusnya berunding dulu dengan karyawannya, sesuai Undang Undang No 13 Tahun 2013” ujar Sudiono selaku mediator Saat ditemui di kantor Disnaker,Senin15/3/2021.
“Aturannya ada dalam surat anjuran saya, yang jelas itu sesuai UU no 13 tahun 2003 mengenai pesangon satu kali pesangon, pasal 156 ayat 2 yang saya anjurkan ke perusahaan untuk membayar” imbuhnya.
Lebih lanjut dikatakan, di perbolehkan atau tidaknya tergantung dari alasannya, “Kalau di sini PT. Pantja Tunggal kan tutup, pada saat penutupan saya kesana untuk pengecekan penutupan perusahaan, karena disana saat itu ada mogok kerja sehingga tanggal 4 di tutup karna covid” katanya.
Mediasi dengan karyawan sudah dilakukan yang di wakili KSPN dengan perusahaan, “Sudah ada upaya beberapa kali cuman tidak menemui kesepakatan mengenai nilai pesangon sampai sekarang, karena belum ada laporan dari perusahaan ke saya” tandasnya.
Karna waktu itu ada permasalahan dari perusahaan menawarkan 40% untuk THR dan pekerja tidak bersedia sehingga timbul Demo, disaat mediasi di sini ternyata perusahaan mengajukan beberapa alasan karena perusahaan sudah mengalami kerugian selama kurun waktu tiga tahun ini dari tahun 2018.
Sudah melihat dan saya tunjukan untuk penutupan perusahaan itu begini untuk pesangonnya dan mereka sudah tahu tidak perlu di jelaskan.
Sudah memanggil baik dari perusahaan dan karyawan untuk mediasi, karena Dinas tidak boleh berpihak, “Justru saya itu mengusulkan supaya pekerja itu bisa bekerja lagi, kita semaksimal mungkin menghindari Pemutusan hubungan kerja, namun ini sudah terjadi pemutusan hubungan kerja menjadikan sebab akibat, jadi kalau Dinas sampai sekarang tidak pernah meminta pekerja itu untuk di PHK” terangnya.
Saat saya mengadakan kunjungan ke pabrik lanjut Sudiono, setelah terjadi penutupan dan kebetulan di jaga oleh aparat polisi yang sangat banyak dan saya tanyakan ke polisi apakah ini boleh tanpa prokes dengan banyaknya krumunan sedang kan situasi covid lagi gawat gawatnya, makanya saya gak terlalu lama sidak disana.
Makanya Pemerintah menganjurkan kalau memang itu terpaksa harus di PHK pesangonnya harus sesuai dengan aturan, karena anjurannya sudah ada dan dari anjuran kita tidak punya kewenangan untuk memaksakan karna yang bisa memaksakan itu Pengadilan, kalau kita cuman bisa menganjurkan, kalau memang perusahaan tidak bisa/ tidak mau mencabut PHK nya itu kitakan juga tidak bisa memaksa, jadi tolong di kasih pesangon ke karyawan dalam anjuran saya/Disnaker seperti itu.
“Dalam memberikan pesangon perusahaan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku pasal 156 untuk penutupan ayat 2 Uu no 13” pungkasnya.
*Vio Sari/tim/Red*Andi Jumawi