SULUT | INDEKS.CO.ID _ ASOSIASI peternak babi Sulawesi Utara (APBS) menyampaikan keluhan mereka lewat surat yang disampaikan kepada Gubernur Sulut, Kapolda dan Ketua Dewan Sulawesi utara, terkait dengan masalah virus ASF (African Swine Fever) yang saat ini sudah mewabah di seluruh Indonesia kecuali Sulawesi Utara.
Diketahui, virus demam babi afrika adalah spesies virus yang menyebabkan penyakit demam babi afrika.” Virus ini merupakan satu-satunya spesies virus dalam famili Asfarviridae dan genus Asfivirus.
Dimana akibat dampak dari Virus ASF ini, mengakibatkan Kematian Ternak Babi 100% dan kerugian yang sangat besar bagi pelaku usaha ternak babi di dalamnya termasuk petani jagung, petani padi, toko pakan, tukang potong di pasar dan masih banyak lagi.
“Apa lagi Sulawesi Utara merupakan Provinsi pengirim daging babi terbesar ke-2 se Indonesia.
Tak hanya itu saja, ternyata daging Babi juga merupakan sumber Pendapatan Asli Daearah (PAD) yang cukup besar saat ini.
“Hal tersebut karena Daerah Sulut satu-satunya daerah penghasil daging babi yang aman sehingga daging babi di Sulut bisa diterima di seluruh Indonesia.
Bahkan terbukti dari data Kementerian Pertanian tahun 2021, ternak Babi di Sulut merupakan komoditi unggulan,” ungkap
Ketua APBS Gilbert M. T. Wantalangi, didampinggi Sekretaris Daan Kairupan.
“Mereka menyampaikan bahwa
untuk mencegah agar supaya Virus ini tidak masuk ke Sulut, pihaknya sangat intens melakukan sosialisasi ke pelaku usaha ternak babi bersama dinas terkait -dalam hal ini Dinas pertanian.
Namun ada beberapa kendala yang kami alami dimana lalu lintas Ternak Babi dari daerah yang terkena Virus (Sulteng) masih bebas masuk ke Sulut dengan berbagai cara,” ungkap Gilbert Minggu (21/5/2023) siang.
Masalah tersebut sudah kami sampaikan ke Dinas terkait, namun kata mereka terkendala di dana operasional penjagaan dan Lokasi pemusnahan di wilayah perbatasan.
“Sehingga kemungkinan besar virus ini sudah masuk ke Sulut di beberapa lokasi.
“Untuk itu kami mewakili pelaku usaha ternak babi di Sulut mengharapkan bantuan dari bapak Gubernur, Bapak Kapolda dan Bapak Ketua Dewan Provinsi Sulawesi Utara, agar kiranya bisa membantu kami, para peternak babi Sulut untuk bisa terhindar dari penyakit ASF yang sangat merugikan kami semua dan bisa menyebabkan inflasi dan ketahanan pangan pokok Sulawesi Utara.
“Apa lagi lewat penegasan penjagaan perbatasan dan lokasi pemusnahan ternak babi dari daerah luar yang di temukan hal ini sudah kejadian pada Kamis, 18 Mei 2023, dimana ketika ditemukan di daerah perbatasan tidak dimusnahkan.
Hal ini dikarenakan, kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Bolmut), tidak ada lokasi pemusnahan dan tidak ada anggaran untuk melakukan pemusnahan. dan akhirnya babi dari luar daerah Sulut, bisa melenggang mulus di Wilayah Sulut,” pintah Wantalangi.
Mengenal Demam Babi Afrika atau
African Swine Fever (ASF)
Sumber: disnakkeswan.jatengprov.go.id
African Swine Fever (ASF) adalah penyakit viral pada babi yang sangat menular, menimbulkan berbagai perdarahan pada organ internal dan disertai angka kematian yang sangat tinggi.
Penyebab:
ASF disebabkan oleh virus DNA dengan untai ganda dari genus Asfivirus dan famili Asfarviridae. ASF virus sangat tahan terhadap pengaruh lingkungan, dan stabil pada pH 4-13, serta dapat tahan hidup dalam darah (4 oC) selama 18 bulan, dalam daging dingin selama 15 minggu, dalam daging beku selama beberapa tahun, dalam ham selama 6 bulan dan di dalam kandang babi selama 1 bulan.
Hewan Peka:
Babi peliharaan (domestik) adalah hewan yang paling peka terhadap penyakit ASF. Manifestasi penyakit secara klinis hanya terlihat pada babi domestik, sedangkan pada babi hutan – babi warthogs (Phacochoerus africanus dan P. aethiopicus), babi semak (Potamochoerus porcus dan P. larvatus), dan babi hutan raksasa (Hylochoerus meinertzhageni tidak menunjukkan tanda klinis saat terinfeksi namun berperan sebagai reservoir virus.
Penyebaran Penyakit:
ASF pertama kali diidentifikasi pada tahun 1921 di Kenya, Afrika Timur. Pada tahun 1957 menyebar ke Portugal dan berbagai negara di Eropa. Di Asia, virus ASF ditemukan pada babi liar di Iran pada tahun 2010, kemudian di tahun 2018 Tiongkok melaporkan wabah demam babi afrika di provinsi Liaoning.
Pada bulan Februari 2019, Vietnam mengonfirmasi kasus demam babi afrika.” Hal ini menjadikannya negara Asia Tenggara pertama yang terinfeksi penyakit ini. Secara berturut-turut ASF juga ditemukan di Kamboja, Laos, Filipina, Myanmar dan Timor Leste.
Hingga bulan Desember 2019, tujuh negara di Asia Tenggara telah melaporkan kasus ASF termasuk Indonesia. Di Indonesia kejadian ASF diumumkan secara resmi melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
Penularan:
Darah, cairan tubuh dan jaringan babi-babi yang terinfeksi merupakan sumber penularan karena mengandung virus dalam konsentrasi tinggi.
Oleh karena itu penularan dapat terjadi secara kontak langsung dengan babi yang sakit.
Penularan juga dapat terjadi melalui peralatan, pakan dan minuman yang tercemar virus. Selain itu penularan juga dapat terjadi melalui gigitan caplak yang bertindak sebagai vektor biologis virus ASF yaitu caplak lunak dari genus Ornithodoros, seperti O. erraticus dan O. moubata.
Babi yang telah sembuh dari infeksi sebenarnya masih tetap terinfeksi walaupun tidak menampakkan gejala klinis atau berstatus terinfeksi secara persisten dan berperan sebagai pembawa virus. Infeksi yang berkelanjutan ini dapat berlangsung lama bahkan virus masih dapat terisolasi dari beberapa jaringan sampai lebih satu tahun setelah infeksi awal.
Gejala Klinis:
Masa inkubasi antara 3 – 15 hari dan penyakit dapat terjadi dalam bentuk perakut, akut, sub akut dan kronis.(**/arp)