Morowali, Kamis 23 Februari 2023, indeks.co.id _ Sejumlah permasalahan yang timbul di Desa Bahomakmur Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, Masyarakat Transmigrasi Tahun 1993-1994 meminta adanya keadilan dan kebijakan dari Pemerintah.
Hal ini disampaikan oleh Samsudin salah satu warga transmigrasi Desa Bahomakmur kepada awak media indeks.co.id Jum’at (17/2/23) lalu.
“Mewakili masyarakat Transmigrasi, saya minta adanya kebijaksanaan dan keadilan terkait adanya masalah tanah di Desa Bahomakmur terkait Sertifikat,kedua kami disini sebagai masyarakat tak pernah merasa di perhatikan selama ini,”kata Samsudin.
BACA JUGA : Arfandi, AHY Bakal Hadiri Pelantikan Kader Demokrat Di Sulteng
Lanjutnya, bahkan ketika kami berbicara tentang pemerintah kita sudah berapa kali ganti Kepala Desa, Camat, DPR, Bupati itu belum ada tanggapan, bahkan kalau bahasa katakan untuk bertanya tentang sertifikat itu sudah seringkali masyarakat disini dijanjikan tetapi janji itu tidak ada bukti bahkan kita cuma sekedar di janji-janji saja,ini bukan di tahun 1993/1994 saja bahkan sampai tahun 2023 ini tidak ada, sudah berapa puluh tahun,ucapnya.
Dari 54 Kepala Keluarga warga Desa Bahomakmur yang merupakan warga Transmigrasi tahun 1993/1994 yang memiliki sertifikat atas lahan yang mereka miliki dari Pemerintah sebagai warga Transmigrasi baru sebagian kecil, itupun atas usaha mereka sendiri mengurus tanpa adanya bantun dari pemerintah, sementara yang tak mengurus hingga saat ini belum memiliki Sertifikat.
“Dari 54 KK warga transmigrasi Bahomakmur baru sebagian yang memiliki sertifikat, itupun atas usaha mereka sendiri mengurusnya bukan semata-mata dari Pemerintah yang menurunkan,”beber Samsudin.
Terkait Program Nasional (PRONA), sertifikasi lahan gratis di desa Bahomakmur ini, belum pernah ada. Bahkan diakuinya saat ditanya tentang kinerja kepala Desa Bahomakmur dalam hal pengajuan sertifikat lahan warga Transmigrasi ke pemerintah untuk dibuatkan sertifikat dengan nada yang kecewa Samsudin mengatakan,kalau masalah itu dulu pernah saya mendengar dalam hasil rapat,memang pernah Kepala Desa Bahomakmur ajukan seperti itu, tetapi cuma dalam arti katanya saja dalam arti kata itu nanti sabar tahun sekian-sekian ada itu tetapi sampai hari ini tidak ada,ujarnya.
Ditanya tentang hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Morowali, Samsudin menjelaskan bahwa pada waktu sebelum adanya pergantian wilayah yang dulunya wilayah Desa Desa Bahomakmur di oper alih sebagian ke Desa Bahodopi yakni sebagian lahan II dan lahan I itu secara DPR namun secara Bupati itu tidak ada,ungkapnya.
“Itu secara DPR tetapi secara Bupati berupa surat tidak ada,”terangnya.
Masyarakat dalam hal ini sudah sekitar 30 tahun menunggu kejelasan atas lahan yang mereka terima dari Pemerintah akan tetapi hal ini seakan-akan hanya sebuah janji belaka dari Pemerintah setempat karena sampai berita ini diterbitkan tak ada bukti realisasi terkait hal itu.
“Kami selaku masyarakat terombang-ambing yang mana harus kami mau ikuti, Bahomakmur atau Bahodopi,”tegasnya.
“Kita mengambang, belum jelas posisi kedudukan, jangan sampai kami masyarakat dijadikan saja sebagai bahan Politik.”cecarnya.
Yang tadinya kita buat itu surat tentang SKT Bahomakmur kita bayar, hari ini lagi dipindah yang ini tadi di bayar di Desa Bahomakmur tidak berfungsi dan yang berfungsi adalah SKT Desa Bahodopi, bebernya.
Masih kata Samsudin,Di Desa Bahodopi juga susah kita akan diterbitkan SKT itu dengan alasan Kepala Desa harus turun lapangan dan ketika turun lapangan banyak alasan seperti ada tanah untuk pemakaman, kenapa tanah hak masyarakat harus jadi tanah pemakaman, itukan ada namanya tanah Restan ada tanah kas desa, jangan tanah masyarakat mau dijadikan sebagai tanah fasilitas umum,jelasnya.
Saat RPD di DPRD Morowali masyarakat Desa Bahomakmur di tanya terkait penguasaan lahan tersebut dan wargapun diminta untuk tetap mengelola lahannya. Telah disampaikan oleh DPRD Morowali bahwa tanah lahan Transmigrasi yang 54 KK yang terdiri dari lahan I dan lahan II adalah hak warga Transmigrasi dan silahkan di kelola namun sayangnya saat masyarakat kelola tanaman masyarakat di rusak oleh Orang Tak di Kenal (OTK) dan kelompok OTK tersebutlah yang selama ini mengklaim lahan warga Transmigrasi dan mengatakan bahwa lahan tersebut bukan lagi milik warga Transmigrasi, hal inilah yang semestinya segera ditindaklanjuti pemerintah,pungkasnya.(NN)
Redaksi/Publizher : Andi Jumawi