JAKARTA – INDEKS.CO.ID — Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mendesak aparat penegak hukum agar serius membongkar skandal penyelundupan impor emas batangan yang dilakukan PT Aneka Tambang (Antam). Pasalnya, penyelundupan dari Singapura ke Indonesia yang terjadi di Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta itu bernilai fantastis, yakni sebesar Rp 47,1 triliun.
Menurut Boyamin, keseriusan Kejagung dalam mengusut skandal sangat penting. Sebab sangat mungkin banyak aktor di balik skandal besar tersebut.
“Ini skandal besar, Kejaksaan Agung harus serius mengusut masalah ini,” kata Boyamin kepada wartawan di Jakarta, Senin 2 Agustus 2021.
Bahkan, menurut Boyamin, seharusnya tidak hanya Kejaksaan Agung yang turun tangan membongkar skandal ini, tetapi juga bisa penegak hukum yang lain. Ini mengingat banyaknya pelanggaran hukum di balik kasus ini.
“Saya kira penegak hukum lain perlu juga terlibat. Kepolisian misalnya mengusut soal pemalsuan dan penipuannya dalam hal ini kasus mengubah kode. Itu kan bisa terjadi penipuan. KPK bisa turun dalam kasus suap atau korupsinya,” jelasnya.
Oleh karenanya, MAKI juga setuju dengan rencana DPR terkait pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Skandal Impor Emas PT Antam ini. Dengan Pansus, kata dia, akan dapat dibongkar dan diketahui aktor utamanya.
“DPR menurut saya membuat Pansus seperti Century untuk meneliti sebenarnya pemainnya ini siapa, yang mendapatkan keuntungan paling besar di belakang perusahaan (Antam) ini siapa. Siapa saja yang terlibat, DPR bisa menggali,” tegasnya.
Diketahui, PT Antam Tbk saat ini dipimpin oleh Dana Amin. Dana Amin sendiri sempat beberapa kali berurusan dengan hukum. Pada akhir 2020, ia sempat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Dia diperiksa dalam penyidikan eks Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino.
Tidak hanya KPK, saat itu, penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus juga memanggil Dana Amin dalam kapasitasnya sebagai Direktur Teknik PT Pelindo II. Kejagung menduga terdapat proses melanggar hukum dalam perpanjangan sewa dermaga yang dikelola oleh PT Pelindo II pada lima tahun silam. Namun kasus ini masih mangkrak di Kejagung.
Oleh karenanya, menurut Boyamin, Kejagung harus serius dalam mengusut berbagai kasus yang ditangani. Termasuk skandal impor emas PT Antam ini.
Sebelumnya, desakan keseriusan terhadap Kejagung juga diungkapkan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Santoso. Ia meminta Kejaksaan Agung cepat dan serius dalam mengungkap skandal impor emas yang diperkirakan merugikan negara hingga sebesar Rp 2,9 triliun.
“Saya selaku anggota Komisi III DPR RI meminta kepada @KejaksaanRI untuk transparan dan cepat dalam menangani kasus ini,” kata Santoso kepada wartawan, Sabtu, 31 Juli 2021.
Menurut Santoso, keterbukaan Kejagung mengusut kasus ini sangat ditunggu masyarakat. Apalagi saat ini masyarakat tengah resah melawan Pandemi Covid-19.
Diketahui, pada pertengahan Juni lalu, PT Aneka Tambang Tbk (Antam) disebut-sebut terlibat dalam skandal impor emas. Perusahaan pelat merah itu diduga menggelapkan produk emas setara Rp 47,1 triliun dengan cara menukar kode impornya.
Tujuan penukaran tersebut untuk menghindari bea dan pajak penghasilan (PPh) impor. Skandal ini muncul berawal dari pernyataan anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan.
Ia menyebut Antam terlibat dalam dugaan penggelapan impor emas. Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta diduga ikut terlibat.
Pada rapat kerja Komisi III dengan Kejaksaan Agung saat itu diungkap adanya upaya penghindaran bea masuk pada kasus itu. Kode HS untuk impor emas tersebut telah diubah. Sehingga ada indikasi perbuatan manipulasi, pemalsuan, dan menginformasikan hal yang tidak benar.
Seharusnya, produk ini kena bea masuk hingga 5% dan PPh 2,5%. Potensi kerugian negara mencapai Rp 2,9 triliun.
Emas yang diimpor dari Singapura tersebut mulanya berbentuk setengah jadi dan berlabel. Batangan emas yang sudah bermerek, bernomor seri, dikemas rapi bersegel dan tercetak keterangan berat serta kandungan emasnya. Sehingga seolah-olah sebagai bongkahan emas. (Red*)
Editor: RB. Syafrudin Budiman SIP